Pengertian Tauhid Dalam Agama Islam

Pengertian Tauhid dalam agama Islam
Pengertian Tauhid dalam agama Islam

Pengertian tauhid dalam agama Islam secara bahasa berasal dari kata wahhada yang berarti satu atau esa. Dalam Lisan al-Arab diterangkan bahwa tauhid adalah beriman kepada Allah serta tidak menyekutukanNya.

Al-Imam al-Junaid al -Baghdadi juga menerangkan bahwa Tauhid adalah mensucikan Allah yang Maha Qadim (tanpa permulaan) dari menyerupai makhluk-Nya.

Dalam sebuah hadist, Rasulullah bersabda:

أمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتىّ يَشْهَدُوْا أنْ لاَ إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّيْ رَسُوْل اللهِ، فَإذَا فَعَلُوْا ذَلكَ عُصِمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وأمْوَالَهُمْ إلاّ بِحَقّ (روَاه البُخَاريّ

“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Ilâh) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan itu maka terpelihara dariku darang-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali karena hak”(HR al-Bukhari).

Dari hadist diatas bisa diketahui bahwa tauhid secara istilah bisa diartikan sebagai kesaksian manusia tentang tidak adanya Tuhan selain Allah (KeEsaan Allah) dan Muhammad adalah utusan Allah.

Pengertian tauhid menurut Imam Syafi’i dalam bukunya berjudul Al-Kawkab Al-Azhar Syarah Al-Fiqhu Al-Akbar halaman 68 dijelaskan bahwa

“Berkata Imam Syafi’i, semoga Allah ta’ala merahmatinya: (Maka seandainya dikatakan: Tidakkah Allah ta’ala berfirman:

الرجمن على العرش استوى

Dikatakan bahwa ayat ini bagian dari ayat mustasyabbihat (ayat yang samar untuk mengetahui maksud dan tujuannya dan perlu penjelasan dari pakar tafsir Al-Qur’an). Adapun jawaban yang kami pilih dari ayat mutasyabbihat dan keasamaan-kesamaannya ini berlaku bagi orang yang tidak mau mendalami ilmunya agar melewatinya seperti apa adanya ayat dan tidak perlu membahas dan membicarakan ayat ini. Karena, hal ini tidak akan aman untuk terjatuh ke dalam lumpur “Tasybih”, yakni menyamakan Allah dengan makhluk apabila bukan dari golongan orang-orang yang dalam ilmunya.

Dengan demikian, wajib bagi setiap muslim yang mukallaf untuk mengi’tiqadkan atau meyakinkan perkara di dalam sifat-sifat Dzat Maha Pencipta (Allah) ta’ala seperti apa yang telah kami terangkan, di mana Allah ta’ala tidak diliputi oleh tempat dan tidak berlaku zaman bagi-Nya. Juga, Dia maha dibersihkan dari segala batasan, dan ujung dan tidak butuh kepada tempat dan arah. Dia selamat dari segala bentuk kerusakan dan keserupaan.

Oleh karena dengan adanya makna ayat ini, maka Imam Malik rahimahullah melarang kepada seseorang untuk menanyakan tentang ayat ini. Beliau berkata: Al-Istiwa’ sesuatu yang sudah disebut. Kaifiat (pertingkah) sesuatu yang samar. Iman dengan ayat ini wajib. Dan, bertanya tentang ayat ini bid’ah.

Kemudian, beliau berkata: Seandainya engkau kembali menanyakan kepada semisal ayat ini, maka aku memerintahkan supaya engkau menepuk lehermu. Semoga Allah melindungi kita dan kalian untuk tidak menyamakan Allah dengan makhluk”

Dari keterangan di atas dapat kita pahami bahwa tauhid menurut Imam Syafi’i adalah menyakini tentang keEsaan Allah sebagai Sang Pencipta serta menyakini bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-Nya dari semua segi apapun baik ruang, waktu, batasan dan arah.

Baca juga: Pengertian bid’ah

Nah dari pendapat para ulama dan hadist Rasulullah saw di atas kita umat Islam dapat menyimpulkan bahwa tauhid adalah meng-Esa-kan Allah swt baik dalam dzat, sifat, perbuatanNya maupun dalam beribadah kepadaNya serta tidak menyamakan Ia dengan makhlukNya.

Pemahaman tauhid ini sangatlah penting karena merupakan sebuah aqidah dasar dalam agama Islam. Apabila tidak dipahami dengan baik dan benar, bisa mengakibatkan pemahaman yang menyimpang seperti pemahaman yang menganggap Allah swt memiliki mata dan tangan layaknya manusia maupun pemahaman menyimpang lainnya.

Baca juga: Hukum memperingati maulud Nabi

Untuk itu diperlukan dalil-dalil yang pasti dalam menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah dari sifat sempurna, kesucian dari kekurangan/kesalahan dan menyakini kebenaran utusan-utusanNya.

Pos terkait