Pengertian Hikayat dan Ciri-Ciri Hikayat – Hikayat, pernahkah kalian membuat hikayat? Hikayat merupakan salah satu karya sastra berbentuk prosa sastra naratif yang banyak ditemukan di dalam masyarakat tradisional. Sebelum kita mempelajari hikayat lebih lanjut, kami uraikan beberapa pengertian hikayat sebagai berikut.
Pengertian Hikayat
Menurut Wikipedia, hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa yang berisi kisah-kisah seputar kehidupan kerajaan, dongeng, kesaktian, hingga kehidupan asmara para raja. Hikayat ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu.
Secara istilah kebahasaan, hikayat berasal dari kata Arab “haka” yang artinya bercerita atau menceritakan. Hikayat dipandang sebagai sebuah karya sastra naratif kontemplatif.
Baca juga: Pengertian Puisi, Periodesasi Puisi, Jenis-Jenis Puisi, Tips Membuat Puisi
Fungsi Hikayat
Umumnya, hikayat mampu membangkitkan semangat para pembacanya. Hikayat bisa menjadi penghibur, pengobat pelipur lara, hingga bisa memberikan pembelajaran moral bagi para pembacanya.
Ciri-Ciri Hikayat atau Struktur Hikayat
Hikayat mempunyai beberapa ciri-ciri atau struktur. Uraian ciri-ciri sebagai berikut.
Anonim
Pada hikayat, kita akan menemukan anonimitas. Anonim artinya pengarang dari hikayat umunya tidak dikenal.
Istana Sentris
Istana sentris maksudnya hikayat biasanya membicarakan tema-tema seputar kehidupan istana. Misalnya kehidupan percintaan raja, dongeng istana, dan bentuk-bentuk cerita lainya.
Bersifat Statis
Hikayat bersifat statis. Maksudnya, pada cerita hikayat tidak ada perubahan nasib sama sekali. Cerita pada sebuah hikayat biasanya tidak terdapat reorientasi.
Baca juga: Cerpen
Menggunakan Bahasa Klise
Hikayat biasanya menggunakan bahasa klise. Hikayat cenderung diulang-ulang, baik
Bersifat Didaktis
Hikayat cenderung bersifat didaktis. Baik didaktis secara moral maupun didaktis secara religi.
Menceritakan Kisah Universal Manusia
Hikayat menceritakan kisah secara universal. Yaitu kisah-kisah yang dialami manusia.
Unsur Hikayat
Sebagai sebuah bentuk karya sastra prosa. Hikayat mempunyai beberapa unsur. Berikut beberapa unsur yang ada dalam sebuah hikayat.
Tema
Tema berupa ide, atau gagasan yang menjadi dasar terciptanya sebuah cerita hikayat. Tema hikayat bisa berupa keagamaan, cinta, hingga tema-tema ekonomi.
Latar
Hikayat berlatar belakang di area istana sebagai bentuk latar tempatnya. Selain latar tempat, ada latar suasana, dan latar waktu.
Baca juga: Pengertian Drama, Jenis-Jenis Drama dan Tips Membuat Drama
Alur
Alur merupakan urutan jalannya sebuah cerita. Alur dibagi menjadi tiga. Alur maju, alur mundur, dan alur campuran.
Amanat
Hikayat mempunyai amanat, atau pesan moral yang ingin disampaikan. Pesan amanat bisa dalam bentuk sosial, keagamaan, hingga amanat moral.
Tokoh
Tokoh adalah pemeran utama di dalam sebuah cerita. Tokoh juga bisa disebut pula sebagai pemeran pendukung. Penokohan sendiri merupakan penggambaran watak para tokoh-tokohnya. Perwatakan dalam hikayat ada tiga. Antagonis, protagonis, hingga tirtagonis.
Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi pengarang pada cerita hikayat tersebut. Bisa berupa sudut pandang orang pertama, atau sudut pandang orang ketiga.
Baca juga: Novel
Jenis-jenis Hikayat
Hikayat mempunyai beberapa jenis. Baik dari segi format isinya, maupun jenis-jenis dari asal daerahnya. Jenis-jenis hikayat yaitu cerita rakyat, epos india, cerita berbingkat, dan hikayat keagamaan.
Berdasarkan asalnya, hikayat terbagi kedalam beberapa jenis yakni hikayat Melayu Asli, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Si Miskin, Hikayat Malim Deman, Hikayat Indera Bangsawan, Hikayat Cekel Weneng Pati, Hikayat Panji Semirang, hingga Hikayat Indera Jaya.
Baca juga: Mantra dan Syair : Pengertian, Ciri, Jenis dan Contoh
Setelah memahami pengertian hikayat, unsur hikayat, dan jenis-jenis hikayat. Selanjutnya kami berikan contoh mengenai hikayat.
Contoh Hikayat berjudul Abu Nawas – Ibu Sejati oleh Dongen Kak Rico (dipublikasikan di blog: dongengkakrico.wordpress.com)
Hikayat Abu Nawas – Ibu Sejati
Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa Nabi Sulaiman ketika masih muda.
Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.
Karena kasus berlarut-larut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk minta bantuan. Baginda pun turun tangan. Baginda memakai taktik rayuan. Baginda berpendapat mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya. Baginda berputus asa.
Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu Nawas tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari berikutnya. Semua yang hadir yakin Abu Nawas pasti sedang mencari akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di tempat.
Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo dengan pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.
“Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?” kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.
“Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?”
“Tidak, bayi itu adalah anakku.” kata kedua perempuan itu serentak.
“Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata.” kata Abu Nawas mengancam.
Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.
“Jangan, tolongjangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu.” kata perempuan kedua. Abu Nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan langsurig menyerahkan kepada perempuan kedua.
Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan Abu Nawas. Dan sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu Nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa.
Demikian informasi tentang Pengertian Hikayat dan Ciri-Ciri Hikayat , Semoga artikel ini dapat memberi manfaat baik bagi pembaca maupun bagi penulis.