Lembaga peradilan dan lembaga pengadilan – Tujuan pokok hukum dibuat tak lain adalah untuk menciptakan ketertiban, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, hukum perlu ditegakkan agar tetap bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Penegakan ini diantaranya dapat berupa pemberian sanksi yang tegas terhadap para pelaku pelanggar hukum. Adapun sanksi yang dibuat di dalam hukum pun harus setimpal dengan apa yang diperbuat oleh si pelanggar hukum. Selain itu, hukum juga harus mempertimbangkan efek jera, mampu memberikan pendidikan dan peringatan.
Lalu, siapa yang bertugas menegakan hukum? masyarakat dapat bertugas menegakkan hukum yaitu dengan cara mematuhi hukum itu sendiri sedangkan pemerintah bertugas untuk membentuk suatu lembaga penegak hukum dan pejabat-pejabat penegak hukum seperti kehakiman, kepolisian, Mahkamah Agung, kejaksaan dsb.
A. Peranan Lembaga Peradilan dan Lembaga Pengadilan
Lembaga peradilan dan lembaga pengadilan itu memiliki makna yang berbeda. Lembaga peradilan merupakan alat perlengkapan negara yang bertugas mempertahankan agar hukum tetap tegak di negara ini. Jika kita melanggar hukum, maka perkara ini akan membawa kita ke pengadilan (untuk diadili). Dengan kata lain, pengadilan adalah dewan atau majelis yang mengadili perkara (kamus besar bahasa Indonesia).
Dwi Cahyati A.W (2010) dalam bukunya yang menukil dari Subekti (1973) menjelaskan bahwa R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio mengemukakan pendapatnya tentang pengertian peradilan dan pengadilan, yakni sebagai berikut.
1. Peradilan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara (dalam) menegakkan hukum dan keadilan.
2. Pengadilan merupakan lembaga yang melakukan proses peradilan, yakni memeriksa serta memutuskan sengketa-sengketa hukum dan pelanggaran-pelanggaran hukum/undang-undang.
B. Kedudukan lembaga peradilan
Mengadili, menyelesaikan perkara, memeriksa perkara dan menyelidiki perkara merupakan serentetan tugas inti dari badan peradilan atau pengadilan. Peran badan-badan peradilan ini merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan cita-cita bangsa sebagai negara hukum dan merupakan upaya dalam mencari keadilan sebagaimana diamanatkan dalam piagam pancasila, yakni sila ke-dua, yakni ” Kemanusiaan yang adil dan beradab” serta sila ke-lima, yakni ” Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Nah, selain itu di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) juga menyebutkan bahwa “Indonesia adalah negara hukum”.
Kekuasaan kehakiman sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 yang berbunyi, yakni “…dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Nah, adapun ketentuan ini merupakan ketentuan dasar bagi pengaturan lembaga peradilan di Indonesia. Sehingga disini ada dua lembaga pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Nah, terkait tugas lembaga negara bisa dilihat pada artikel yang berjudul Tugas-Tugas Lembaga Negara.
Dalam menegakkan keadilan yang menjadi amanat pancasila, pengadilan tidak boleh menolak untuk menyelesaikan sebuah perkara. Dengan kata lain, setiap perkara yang masuk dari rakyat harus diterima dimana perkara tersebut akan diproses sesuai dengan jenis perkaranya yang kemudian disesuaikan dengan kewenangan lembaga peradilan.
Nah, selain itu, dalam bukunya Dwi Cahyati A.W (2010) menerangkan bahwa agar hukum dapat ditegakkan, maka pengadilan harus melaksanakan asas-asas berikut ini:
1. Pengadilan (memiliki tugas untuk) memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali (jika) undang-undang menentukan (hal) lain,
2. Pengadilan tidak boleh menolak (untuk) memeriksa, mengadili serta memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih (bahwa) hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya,
3. Pengadilan mengadili menurut (aturan) hukum dengan tidak membeda-bedakan orang,
4. Pengadilan (ikut serta dalam) membantu pencari keadilan serta berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan (dengan) biaya ringan,
5. Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memerhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan,
6. Peradilan dilkukan demi (adanya) keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
7. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan (dengan) biaya ringan,
8. Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, (mampu bersikap) profesional dan memiliki pengalaman di bidang hukum,
9. Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan kecuali (jika) undang-undang menentukan (hal) lain,
10. Semua putusan pengadilan hanya (akan) sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum,
11. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap (sebagai) tidak bersalah sebelum adanya putusan (dari) pengadilan yang menyatakan kesalahannya,
12. Semua pengadilan (bertugas untuk) memeriksa, mengadili dan memutus (suatu perkara) dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim kecuali (jika) undang-undang menentukan (hal) lain,
13. Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan selain atas perintah tertulis oleh (dari) kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang (telah) diatur di dalam undang-undang,
14. Hakim wajib (untuk) menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. (Selain itu) dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib (untuk) memerhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa,
15. Setiap orang yang (telah) ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena (adanya) kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, (maka) berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (Nah,) hal ini disebut dengan asas praduga tak bersalah,
16. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah (bersifat) terbuka untuk umum kecuali (jika) undang-undang menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi,
17. Tidak seorang pun dapat dihadapkan (dibawa) ke pengadilan selain daripada yang (telah) ditentukan oleh undang-undang,
18. Setiap orang yang tersangkut perkara (memiliki perkara) berhak memperoleh bantuan hukum,
19. Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan kecuali (jika) undang-undang menentukan (hal) lain,
20. Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, (maka) pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
[color-box]Cahyati AW dan Warsito Adnan, Dwi.2010. Kewarganegaraan 1. Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional.
Yuliastuti, Rima dkk. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional dari PT. Penerbit Percada.[/color-box]