Hukum Tradisi Yasinan Dalam Islam

Hukum Tradisi Yasinan Dalam Islam
Hukum Tradisi Yasinan Dalam Islam

Beberapa dari kita sering menanyakan tentang hukum tradisi yasinan dalam Islam. Tradisi yasinan merupakan tradisi membaca surat Yasin baik dilakukan secara individu atau bersama-sama.

Bila hal ini dilakukan secara bersama-sama, maka pembacaan surat Yasin akan dipandu oleh seorang qari’ yang dinilai paling baik bacaannya. Nah, tradisi yasinan ini biasa dilakukan di dalam rumah atau serambi masjid bahkan tak jarang pula dilakukan saat berziarah ke makam wali atau ulama.

Apa tradisi yasinan ada dalilnya? ini merupakan pertanyaan yang sering diajukan oleh beberapa masyarakat kita. Nah, perlu diketahui bahwa di kalangan ahli hadits ada dua kelompok yang berbeda pendapat dalam menyikapi hadits-hadits terkait fadhilah surat Yasin.

Baca juga: Macam-macam bid’ah

Pertama, yaitu golongan ekstrem yang menolak adanya hadist shahih terkait fadhilah surat Yasin. Golongan ektrem ini yaitu Ibn al-Jauzi dalam bukunya yang berjudul al-Maudhu’at.

Kedua, yaitu golongan moderat yang menilai bahwa hadist terkait fadhilah surat Yasin ada yang shahih dan hasan. Kelompok ini meliputi ulama-ulama besar seperti al-Imam al-Hafizh Abu Hatim bin Hibban dalam Shahih-nya, al-Hafizh Ibn Katsir al-Dimasyqi dalam Tafsir-nya, al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi dalam Tadrib al-Rawi, al-Imam Muhammad bin Ali al-Syaukani dalam tafsir Fath al-Qadir dan al-Fawaid al-Majmu’ah dan ulama-ulama lainnya.

Hadits-hadits shahih tentang fadhilah surat Yasin dari Tafsir Ibn Katsir

“Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada malam hari, maka pagi harinya ia diampum oleh Allah. Barangsiapa yang membaca surat al-Dukhan, maka ia diampuni oleh Allah.” (HR Abu Ya’la).

Dalam tafsimya Fath al-Qadir, al-Imam al-Syaukani juga menilai bahwa sanad hadits tersebut jayyid alias shahih. Selain itu juga ada hadist lainnya yang memiliki tingkatan shahih, yakni.

“Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada malam hari karena mencari ridha Allah, maka Allah akan mengampuninya,” (HR.Ibn Hibban dalam Shahih-nya).

Hadits di atas dishahihkan oleh al-Imam Ibn Hibban dan diakui oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam Tafsir-nya, al- Hafizh Jalahiddin al-Suyuthi dalam Tadrib al-Rawi, dan al-Imam al-Syaukani dalam tafsir Fath al-Qadir dan al-Fawaid al-Majmu’ah.

Dalam bukunya yang berjudul al-Fawaid al- Majmu’ah, Al-Syaukani menerangkan bahwa “Hadits, “Barangsiapa membaca surat Yasin karena mencari ridha Allah, maka Allah akan mengampuninya diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Humairah secara marfu’ dan sanadnya sesuai dengan kriteria hadits shahih. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan al- Khathib. Sehingga tidak ada alasan menyebut hadits tersebut dalam kitab-kitab al-Maudhu’at (tidak benar menganggapnya sebagai hadits maudhu’).” (Al-Syaukani, al-Fawaid al-Majmu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah, halaman 302-303).

Nah, seandainya (cuma berandai-andai) hadist tersebut merupakan hadist dha’if, maka hal tersebut tidak menjadi persoalan dikarenakan para ulama sejak generasi salaf yang saleh telah bersepakat bahwa mengamalkan hadits dha’if dalam konteks fadhail al-a’mal diperbolehkan.

Baca juga: Komando dzikir berjamaah

Syaikhul Islam al-Imam Hafizh al-’Iraqi berkata:

“Adapun hadits dha’if yang tidak maudhu'(palsu), maka para ulama telah memperbolehkan/mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya, apabila hadits tersebut tidak berkaitan dengan hukum dan akidah akan tetapi berkaitan dengan targhib dan tarhib seperti nasehat, kisah-kisah, fadhail al-a’mal dan lain-lain. Adapun berkaitan dengan hukum-hukum syar’i berupa halal, haram dan selainnya, atau akidah seperti sifat-sifat Allah, sesuatu yang jaiz dan mustahil bagi Allah, maka para ulama tidak melihat kemudahan dalam hal itu. Di antara para imam yang menetapkan hal tersebut adalah Abdurrahman bin Mahdi, Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin al-Mubarak dan lain-lain. Ibn Adi telah membuat satu bab dalam mukaddimah kitab al-Kamil dan al-Khathib dalam al-Kifayah mengenal hal tersebut.” (Al-Hafizh al-lraqi, al-Tabshirah wa al-Tadzkirah,juz 1, hal. 291).

Dari sini kita jadi mengetahui bahwa hukum tradisi yasinan dalam Islam itu diperbolehkan.

Pos terkait