Hereditas Pada Manusia

Hereditas Pada Manusia
Hereditas Pada Manusia

Hereditas Pada Manusia – Telah diketahui bahwa proses penurunan sifat dari satu induk kepada keturunannya dapat disebut dengan hereditas. Begitupun dengan manusia, akan terdapat beberapa pola penurunan sifat yang diturunkan.

Banyak hal yang dapat diturunkan induk kepada keturunannya, seperti penyakit yang diakibatkan oleh gen. akan tetapi suatu penyakit menurun tidak menular, melainkan sulit dalam hal penyembuhannya, dan bias untuk diusahakan supaya tidak menular ke keturunan selanjutnya.

Hereditas Pada Manusia

Pola Hereditas yang Terjadi pada Manusia

1. Golongan Darah

Tentu golongan darah memiliki sifat yang genetis atau menurun, pada manusia sendiri golongan darah bisa digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Golongan darah sistem AB0 yang mana ditentukan oleh 3 macam alel yaitu IA, IB, serta I0.

b. Golongan darah dengan sistem rhesus, yang mana ditentukan karena terdapat gen Rh yang menandakan rhesus positif (+), dan gen rh untuk rhesus negatif (-).

c. Golongan darah sistem MN, yaitu ditentukan karena terdapat 2 macam alel saja yaitu LM serta LN.

2. Cacat serta Penyakit Menurun yang Terjadi pada Manusia

Penyakit menurun memiliki ciri-ciri seperti tidak akan menular kepada orang lain, sulit bahkan tidak dapat disembuhkan karena terdapat kelainan yang berada di dalam gen (substansi hereditas), serta karena pada umumnya dikendalikan oleh gen resesif serta hanya dapat muncul pada orang dengan homozigot resesif.

Cacat serta penyakit menurun tersebut bisa menurun karena melalui autosom (terpaut kromosom tubuh) maupun melalui gonosom (terpaut kromosom seks) seperti:

a. Kelainan yang Terpaut Autosom

  • Albino, merupakan suatu penyakit menurun yang terjadi karena di dalam tubuh penderita tidak dapat membentuk suatu enzim yang dapat mengubah pigmen melanin dari tirosin yang mana dikendalikan oleh gen resesif a. Pada orang normal mempunyai genotip AA serta normal carier (pembawa) memiliki genotip Aa, dan seorang albino bisa lahir dari pasangan yang keduanya carier.
  • Polidaktili, merupakan suatu kelainan bawaan pada autosom yang mana dibawa oleh adanya gen dominan. Penderita polidaktili lahir dari pasangan yang sama-sama polidaktili heterozigot, atau dari pasangan yang normal dengan polidaktili.
  • Brakidaktili, merupakan suatu kelainan memendeknya jari sebab memiliki ruas jari yang pendek. Kelainan seperti ini sebab adanya gen dominan (B) dengan sifat letal.

b. Penyakit atau Cacat yang Terpaut Kromosom Seks

  • Webbed toes, merupakan suatu kelainan sifat yang mana diantara jari-jari terdapat pertumbuhan selaput seperti pada kaki bebek. Terjadinya kelainan ini karena dikendalikan oleh gen resesif (wt), namun pada gen dominan (Wt) akan memiliki keadaan yang normal.
  • Hyserix gravior, merupakan suatu kelainan yang mana terdapat pertumbuhan rambut yang Panjang serta kasar sehingga mirip seperti duri landak, munculnya sifat ini dikendalikan oleh adanya gen resesif (hg).

c. Gen Abnormal yang Terpaut Kromosom X

  • Hemofilia, merupakan penyakit genetik yang mana ketika penderita mengalami luka, darah akan susah membeku. Hal tersebut dikarenakan pada tubuh penderita mengalami kegagalan saat membentuk enzim tromboplastin yaitu suatu enzim untuk pembekuan darah.
  • Buta Warna, merupakan suatu kelainan yang mana sel kerucut pada retina tidak peka akan adanya cahaya yang berwarna.
  • Anodontia, merupakan suatu kelainan yang mana penderitanya tidak mengalami pertumbuhan gigi.

Hal-Hal yang Mendasari Adanya Hereditas pada Manusia

1. Kromosom Manusia

Setiap tubuh makhluk hidup termasuk manusia mengandung kromosom. Terdapat 46 kromosom dalam tubuh manusia yang mana meskipun akan melakukan beberapa kali pembelahan pada bagian sel jaringannya, tidak akan mempengaruhi jumlah kromosom karena akan selalu tetap.

Kromosom sendiri merupakan suatu bentuk dengan struktur seperti benang yang berderet di sepanjang nukleus dalam inti sel. Pada kromosom dengan struktur warnanya yang gelap, juga memiliki kemampuan untuk menduplikat secara kuat. Para ahli yang melakukan penelitian, menyatakan bahwa jumlah kromosom akan tetap konstan meskipun melakukan pembelahan atau duplikasi.

Akan tetapi ketika kromosom tersebut melakukan pembelahan meiosis atau reduksi, maka jumlah dari kromosom akan berkurang dalam hal pembentukan sel reproduktif yang umumnya disebut dengan gamet. Selanjutnya apabila gamet membentuk embrio, maka jumlah dari kromosom akan kembali seperti semula.

Sehingga dapat ditarik pemahaman bahwa saat sperma bertemu dengan ovum dan menyatu membentuk suatu organisme baru dengan adanya proses pembuahan, jumlah kromosom yang ada akan kembali berjumlah 46.

2. DNA serta RNA

Apabila tubuh manusia diibaratkan dengan bangunan, maka merupakan serangkaian dari material dasar yang membentuk bangunan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa DNA adalah suatu sumber hayati. Hal tersebut dikarenakan bahwa DNA memiliki banyak sekali kode-kode rahasia yang dapat memprogram bagaimana dan seperti apa manusia itu sendiri.

Begitupun termasuk seperti kecerdasan emosi, intelektual, serta motoric yang mana sangat dipengaruhi oleh kualitas dari DNA. DNA sendiri merupakan bagian dari molekul besar yang tersusun atas satu ratai 2 deoksiribosa 48 yang dihubungkan oleh adanya jembatan fosfodiester yang sering juga dikaitkan dengan karbon yang paling pertama pada setiap 2-deoksiribosa.

Deoxyribonucleic acid (DNA) Bersama-sama dengan ribonucleic acid (RNA) akan membentuk asam nukleat yang mana di dalamnya akan terdapat nukleotida yang tersusun atas asam fosfat, basa nitrogen, serta gula pentosa. Pada susunan DNA memiliki gula deoksiribosa serta empat macam basa yaitu adenin (A), guanain (G), timin (T), dan citosin (C).

Adenin dan guanin merupakan basa nitrogen dari golongan purin, sedangkan timin dan citosin merupakan basa nitrogen dari golongan pirimidin yang mana semua basa tersebut diproduksi oleh protein yang ada di dalam tubuh. Selanjutnya, sebagai bahan baku utama, protein akan diproses menjadi unsur terpenting untuk terjadinya proses biokimia.

3. Teori Genetika Mendel

Pada tahun 1850-an, sebagian besar orang memiliki anggapan bahwa setiap dari dirinya akan memiliki peran yang sangat penting dalam hal pewarisan sifat bagi keturunannya. Namun, hanya sedikit orang yang sadar bahwa materi yang diwariskan tersebut tidak seperti adonan yang dicampur seperti tepung dan gula.

Karena pada kenyataannya tidak sedikit anak yang mempunyai warna kulit maupun bentuk tubuh yang berbeda dengan kedua orang tuanya. Apabila kedua cairan induk bercampur, keturunan akan sesuai dengan percampuran induknya. Misalnya seperti kuda putih dengan kuda hitam yang dikawinkan seharusnya keturunannya berwarna abu-abu, akan tetapi pada kenyataannya tidak selalu abu-abu.

Baca juga: Penyakit menurun pada manusia

Pendapat Charles Darwin

Charles Darwin tidak sependapat dengan hal tersebut, menurut beliau pola pewarisan sifat merupakan pusat dari teori alam.

Namun sebelum Darwin mengungkapkan pendapatnya kepada seorang ilmuwan dari Australia yaitu Gregor Mendel yang telah meneliti terlebih dahulu dengan mengawinkan ribuan tumbuhan kacang ercis, Mendel membuat catatan bahwa ada karakter tertentu yang diwariskan kepada keturunannya.

Penelitian Mendel dimulai dengan mempelajari tumbuhan kacang ercis yang mana tumbuhan ini merupakan suatu tumbuhan galur murni yaitu menghasilkan keturunan yang sama persis dengan induknya. Namun tetap terdapat satu karakteristik yang berbeda. Missal karakter yang diujikan seperti menyerbukkan kacang yang berbiji halus dengan kacang yang berbiji keriput.

Dari berbagai penelitian Mendel, didapatkan bahwa karakter dari tumbuhan induk kepada keturunannya memiliki sebuah pola yang dapat diperkirakan. Sehingga dalam berbagai percobaan yang dilakukan, Mendel menemukan suatu metode pewarisan sifat yang dikenal dengan hukum Mendel yang terdiri atas beberapa bagian seperti hukum segregasi.

Nah apabila ada pertanyaan tentang pola hereditas pada manusia di atas bisa ditulis di bawah ini.

Daftar Pustaka:

Campbell. (2012). Biologi Jilid 1 Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Suryo. (2013). Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *