Sikap-Sikap Antisosial

Macam-macam sikap anti sosial
Macam-macam sikap anti sosial

Terkait tema aitu sikap antisosial ini, maka pada halaman ini kita akan membahasnya mulai dari pengertian, ciri-cirinya, sebab terjadinya, bentuknya dan masalah sosial yang terjadi.

Untuk selengkapnya perhatikanlah uraiannya berikut ini.

1. Pengertian Sikap Antisosial

Sikap antisosial adalah bentuk sikap seseorang yang secara sadar atau tidak sadar tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat.

Menurut Kartasapoetra, sikap antisosial merupakan sebab dan juga sebaliknya sebagai akibat dari terjadinya perilaku menyimpang. Atau dapat dikatakan sikap antisosial ini merupakan produkproduk dari perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang menimbulkan akibat pada kondisi psikologis manusia menjadi tidak sesuai dengan norma yang berlaku.

Dalam masyarakat, sikap antisosial memiliki konotasi negatif dalam pengaruhnya terhadap stabilitas dan keteraturan hidup bermasyarakat.

2. Ciri-Ciri Sikap Antisosial

Ciri yang ada dalam sikap antisosial adalah

a. Adanya ketidaksesuaian antara sikap seseorang dengan norma dalam masyarakat.

b. Adanya seseorang atau sekelompok orang yang berusaha untuk melakukan perlawanan terhadap norma yang berlaku dalam masyarakat.

c. Kondisi psikologis seseorang yang bertentangan dengan apa yang seharusnya.

d. Ketidakmampuan seseorang untuk menjalankan norma yang ada dalam masyarakat.

3. Sebab Terjadinya Sikap Antisosial

Ada beberapa sebab munculnya sikap antisosial di masyarakat, di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Adanya norma atau nilai sosial yang tidak sesuai atau sejalan dengan keinginan masyarakat, sehingga terjadi kesenjangan budaya termasuk pola pikir masyarakat.

b. Kurang siapnya pola pemikiran masyarakat untuk menerima perubahan dalam tatanan masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya perubahan sosial yang menuntut semua komponen untuk berubah mengikuti tatanan yang baru. Dalam perubahan ada komponen yang siap, namun sebaliknya komponen yang tidak siap ini justru akan bersikap antisosial, karena tidak sepakat dengan perubahan yang terjadi. Misalnya perusakan terhadap telepon umum.

c. Ketidakmampuan seseorang untuk memahami atau menerima bentuk perbedaan sosial dalam masyarakat, sehingga akan mengakibatkan kecemburuan sosial. Perbedaan-perbedaan dimaknai sebagai suatu permasalahan yang dapat mengancam stabilitas masyarakat yang sudah tertata.

d. Adanya ideologi yang dipaksakan untuk masuk ke dalam lingkungan masyarakat. Hal ini akan menimbulkan keguncangan budaya bagi masyarakat yang belum siap untuk menerima ideologi baru tersebut.

e. Pemimpin yang kurang sigap dan tanggap atas fenomena sosial dalam masyarakat, serta tidak mampu menerjemahkan keinginan masyarakat secara keseluruhan.

4. Bentuk-Bentuk Sikap Antisosial

Dalam masyarakat ada beberapa bentuk sikap antisosial yang pada tingkatan tertentu dapat menimbulkan keresahan dalammasyarakat, yaitu sebagai berikut.

a. Sikap Antisosial yang Muncul karena Deviasi Individual

Deviasi individual bersumber pada faktor-faktor yang terdapat pada diri seseorang, misalnya pembawaan, penyakit kecelakaan yang dialami oleh seseorang, atau karena pengaruh sosiokultural yang bersifat unik terhadap individu.

Adapun bentuk-bentuk sikap antisosial tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Pembandel, yaitu orang yang tidak mau tunduk kepada nasihat-nasihat orang yang ada di sekelilingnya agar mau merubah pendiriannya.

2) Pembangkang, yaitu orang yang tidak mau tunduk kepada peringatan orang-orang yang berwenang di lingkungan tersebut.

3) Pelanggar, yaitu orang yang melanggar norma-norma umum atau masyarakat yang berlaku.

4) Penjahat, yaitu orang yang mengabaikan norma-norma umum atau masyarakat, berbuat sekehendak hati yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian harta atau jiwa di lingkungannya ataupun di luar lingkungannya, sehingga para anggota masyarakat meningkatkan kewaspadaan dan selalu bersiap-siap untuk menghadapinya.

b. Sikap Antisosial yang Muncul karena Deviasi Situasional

Deviasi situasional merupakan fungsi pengaruh kekuatan-kekuatan situasi di luar individu atau dalam situasi di mana individu merupakan bagian yang integral di dalamnya.

Situasi sosial adalah keadaan yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang di mana tekanan, pembatasan, dan rangsangan-rangsangan yang datang dari orang atau kelompok di luar diri orang itu relatif lebih dinamik daripada faktor-faktor internal yang menimbulkan respon terhadap hal-hal tersebut. Deviasi situasional akan selalu kembali apabila situasinya berulang. Dalam hal itu deviasi dapat menjadi kumulatif.

Bentuk sikap antisosial yang muncul adalah sebagai berikut.

1) Degradasi moral atau demoralisasi karena kata-kata keras dan radikal yang keluar dari mulut pekerja-pekerja yang tidak mempunyai pekerjaan di tempat kerjanya.

2) Tingkah laku kasar pada golongan remaja.

3) Tekanan batin yang dialami oleh perempuan-perempuan yang mengalami masa menopause.

4) Deviasi seksual yang terjadi karena seseorang menundaperkawinan.

5) Homoseksualitas yang terjadi pada narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

c. Sikap Antisosial yang Muncul karena Deviasi Biologis

Deviasi biologis merupakan faktor pembatas yang tidak memungkinkan memberikan persepsi atau menimbulkan respon-respon tertentu. Gangguan terjadi apabila individu tidak dapat melakukan peranan sosial tertentu yang sangat perlu. Pembatasan karena gangguan-gangguan itu bersifat transkultural (menyeluruh di seluruh dunia).

Beberapa bentuk deferensiasi biologis yang dapat menimbulkan deviasi biologis adalah sebagai berikut.

1) Ciri-ciri ras, seperti tinggi badan, roman muka, bentuk badan, dan lain-lain.

2) Ciri-ciri biologis yang aneh, cacat karena luka, cacat karena kelahiran, anak kembar, dan lain sebagainya.

3) Ciri-ciri karena gangguan fisik, seperti kehilangan anggota tubuh, gangguan sensorik, dan lain sebagainya.

4) Disfungsi tubuh yang tidak dapat dikontrol lagi, seperti epilepsi, tremor, dan sebagainya.

Adapun bentuk sikap antisosial yang muncul adalah egoisme, rasisme, rasialisme, dan stereotip.

1) Egoisme, yaitu suatu bentuk sikap di mana seseorang merasa dirinya adalah yang paling unggul atas segalanya dan tidak ada orang atau benda apapun yang mampu menjadi pesaingnya.

2) Rasisme, yaitu suatu sikap yang didasarkan pada kepercayaan bahwa suatu ciri yang dapat diamati dan dianggap diwarisi seperti warna kulit merupakan suatu tanda perihal inferioritas yang membenarkan perlakuan diskriminasi terhadap orang-orang yang mempunyai ciri-ciri tersebut.

3) Rasialisme, yaitu suatu penerapan sikap diskriminasi terhadap kelompok ras lain. Misalnya diskriminasi ras yang pernah terjadi di Afrika Selatan.

4) Stereotip, yaitu citra kaku mengenai suatu ras atau budaya yang dianut tanpa memerhatikan kebenaran citra tersebut. Misalnya stereotip masyarakat Jawa adalah lemah lembut dan lamban dalam melakukan sesuatu. Stereotip tersebut tidak selalu benar, karena tidak semua orang Jawa memiliki sifat tersebut.

d. Sikap Antisosial yang Bersifat Sosiokultural

Beberapa bentuk sikap antisosial yang bersifat sosiokultural, yaitu primordialisme, etnosentrisme, sekulerisme, hedonisme, fanatisme, dan diskriminasi.

1) Primordialisme, yaitu suatu sikap atau pandangan yang menunjukkan sikap berpegang teguh kepada hal-hal yang sejak semula melekat pada diri individu seperti suku bangsa, ras, agama ataupun asal-usul kedaerahan oleh seseorang dalam kelompoknya, kemudian meluas dan berkembang.

Primordialisme ini muncul karena hal-hal berikut.

a) Adanya sesuatu yang dianggap istimewa oleh individu dalam suatu kelompok atau perkumpulan sosial.

b) Adanya suatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok atau kesatuan sosial terhadap ancaman dari luar.

c) Adanya nilai-nilai yang berkaitan dengan system keyakinan, seperti nilai-nilai keagamaan, pandangan hidup, dan sebagainya.

2) Etnosentrisme atau fanatisme suku bangsa, yaitu suatu sikap menilai kebudayaan masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku di masyarakatnya.

3) Sekularisme, yaitu suatu sikap yang lebih mengedepankan hal-hal yang bersifat nonagamis, seperti teknologi, ilmu pengetahuan, sehingga kebutuhan agamis seakanakan dikesampingkan. Mereka yang memiliki sikap seperti ini cenderung lebih mempercayai kebenaran yang sifatnya duniawi.

4) Hedonisme, yaitu suatu sikap manusia yang mendasarkan diri pada pola kehidupan yang serba mewah, glamour, dan menempatkan kesenangan materiil di atas segalagalanya.

Tindakan yang baik menurut hedonisme adalah tindakan yang menghasilkan kenikmatan. Orang yang memiliki sifat seperti ini biasanya kurang peduli dengan keadaan sekitarnya, sebab yang diburu adalah kesenangan pribadi.

5) Fanatisme, yaitu suatu sikap yang mencintai atau menyukai suatu hal secara berlebihan. Mereka tidak mempedulikan apapun yang dipandang lebih baik daripada hal yang disenangi tersebut.

Fanatisme yang berlebihan sangat berbahaya karena dapat berujung pada perpecahan atau konflik. Misalnya fanatisme terhadap suatu ideologi atau artis idola tertentu atau lainnya.

Baca juga: Contoh perilaku menyimpang

6) Diskriminasi, yaitu suatu sikap yang merupakan usaha untuk membedakan secara sengaja terhadap golongangolongan yang berkaitan dengan kepentingankepentingan tertentu.

Dalam diskriminasi, golongan tertentu diperlakukan berbeda dengan golongangolongan lain. Pembedaan itu dapat didasarkan pada suku bangsa, agama, mayoritas, atau bahkan minoritas dalam masyarakat.

Misalnya diskriminasi ras yang dulu pernah terjadi di Afrika Selatan yang dikenal dengan politik apartheid, di mana golongan orang-orang kulit putih menduduki lapisan sosial yang lebih tinggi daripada golongan orang-orang kulit hitam.

5. Masalah Sosial sebagai Konsekuensi Sikap Antisosial

Beberapa bentuk masalah sosial yang muncul sebagai akibat dari adanya sikap antisosial di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Pergolakan Daerah

Salah satu tujuan negara kita yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Cara yang dapat ditempuh di antaranya dengan melakukan pembangunan di segala bidang dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah. Pada kenyataannya pembangunan itu hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu saja. Perlakuan yang tidak sama antardaerah dapat memicu lahirnya pergolakan daerah.

Hal ini terjadi apabila ikatan primordial kedaerahan yang menumbuhsuburkan sentimen kedaerahan berkembang tidak sebanding dengan tumbuhnya sentimen nasional.

Akhirnya daerah yang merasa mendapatkan perlakuan berbeda dan juga merasa dirinya superior mengadakan pemberontakan dan berusaha memisahkan diri dari kesatuan. Misalnya pemberontakan yang dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan membentuk negara sendiri.

b. Demonstrasi

Kita sering melihat berbagai aksi demonstrasi di masyarakat melalui pemberitaan di media, baik cetak (surat kabar) maupun elektronik (televisi).

Demonstrasi merupakan bentuk kegiatan dari sejumlah orang dengan tidak menggunakan kekerasan, mengorganisir diri untuk melakukan protes terhadap pemerintah atau pemegang kekuasaan setempat atau terhadap ideologi, kebijaksanaan baik yang telah maupun yang sedang direncanakan atau kurangnya kebijaksanaan, atau terhadap suatu tindakan yang sedang direncanakan.

c. Penyalahgunaan Narkotika

Pada awalnya, narkotika dipergunakan untuk keperluan medis, terutama sebagai campuran untuk menyembuhkan atau sekedar mengurangi rasa sakit. Selain itu juga dapat sebagai perangsang dari si sakit untuk melakukan responrespon terhadap sesuatu.

Baca juga: Macam-macam perilaku menyimpang

Dengan semakin terbukanya pengetahuan tentang kegunaan dan pengaruhnya terhadap fisik manusia, maka ada pihak-pihak yang dengan sengaja menyalahgunakan untuk berbagai kepentingan yang sifatnya nonmedis.

Orang-orang yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika pada mulanya masih dalam ukuran (dosis) yang normal, lama-kelamaan menjadi kebiasaan (habituasi), dan kemudian untuk menimbulkan efek yang sama diperlukan dosis yang lebih tinggi (toleransi). Setelah fase toleransi ini akhirnya menjadi depedensi atau ketergantungan, sehingga merasa tidak dapat hidup tanpa narkotika.

Adapun gejala-gejala korban ketergantungan narkotika adalah sebagai berikut.

1) Tingkah laku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat di sekelilingnya, bertindak semaunya sendiri, berbuat indisipliner, dan lain sebagainya.

2) Pada proses yang lebih tinggi, orang yang mengalami ketergantungan terhadap narkotika pada saat ketagihan mampu berbuat apa saja untuk memperoleh barang tersebut, termasuk mengambil barang berharga milik orang lain.

3) Pada dosis yang tinggi, penderita merasa dirinya yang paling tinggi, paling hebat, merasa kuat, dan sanggup melakukan apa saja.

4) Pada saat efek mulai menurun, penderita sangat gelisah, merasa diancam, dikejar-kejar dan ingin menyakiti diri sendiri sampai bunuh diri atau bahkan membunuh orang lain.

Melihat gejala-gejala pada orang yang mengalami ketergantungan terhadap narkotika seperti telah dibahas di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya penyalahgunaan narkotika mempunyai dampak yang negatif, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat yang ada di sekitarnya.

Baca juga: Ciri-ciri perilaku menyimpang

Dampak negatif terhadap diri sendiri di antaranya dapat merusak fisik maupun mental si pengguna. Dilihat dari segi fisik, mengonsumsi narkotika dapat merusak organ-organ tubuh si pengguna sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Sedangkan apabila dilihat dari segi mental,narkotika dapat merusak susunan syaraf yang mengatur dan mengendalikan daya pikir seseorang, sehingga orang tersebut tidak dapat berpikir secara rasional.

Sedangkan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya dapat menimbulkan kekacauan dan ketidakteraturan akibat ulah si pengguna narkotika. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa harus berani mengambil sikap untuk mengatakan ‘say no to drugs’.

d. Perkelahian Pelajar atau Kenakalan Remaja

Dalam beberapa tahun terakhir ini, sering terjadi tawuran antarpelajar di kota-kota besar. Bahkan kini sudah merambah daerah-daerah yang jauh dari perkotaan. Seakan-akan tawuran telah menjadi mode dari remaja masa kini. Bahkan ada yang menganggap tawuran pelajar ini merupakan lambang sportivitas dan kejantanan seseorang.

Sebenarnya secara sosiologis, masalah remaja apapun bentuknya termasuk perkelahian pelajar ini pola terjadinya dapat diurutkan sebagai berikut.

1) Persoalan kepekaan terhadap nilai (sense of values) yang kurang ditanamkan oleh orang tua.

2) Timbulnya organisasi-organisasi nonformal yang berperilaku menyimpang, sehingga tidak disukai oleh masyarakat.

3) Timbulnya usaha-usaha untuk mengubah keadaan yang disesuaikan dengan youth values atau nilai-nilai yang berkembang di kalangan remaja.

Perkelahian pelajar dapat berakibat fatal, baik bagi diri sendiri maupun pihak lain yang ada di sekitarnya, terutama keluarga dan sekolah. Bagi diri sendiri dapat mengakibatkan luka-luka, bahkan cacat seumur hidup. Sedangkan bagi pihak lain dapat mencemarkan nama baik serta mempermalukan keluarga dan sekolah.

e. Prostitusi

Prostitusi atau yang oleh masyarakat dikenal dengan istilah pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah.

Masalah prostitusi bukan merupakan masalah baru dalam masyarakat kita. Sejak zaman kolonial Belanda masalah ini telah ada dan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk.

Saat ini terutama di kota-kota besar, praktik prostitusi tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa, melainkan telah merambah sampai ke pelajar. Alasan yang mendorong mereka melakukan perbuatan itu sangat beragam, salah satunya untuk mendapatkan uang.

Baca juga: Sifat-sifat perilaku menyimpang

Praktik prostitusi melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, yaitu norma agama dan kesusilaan. Masalah ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap moral masyarakat, terutama remaja seusiamu.

Secara umum, faktor-faktor yang menjadi penyebab seseorang terjerumus ke dunia prostitusi antara lain sebagai berikut.

1) Konflik mental.

2) Situasi hidup tidak menguntungkan pada masa anakanak dan remaja.

3) Pola perilaku yang kurang dewasa.

4) Tingkat intelegensia yang rendah.

Lebih lanjut Soerjono Soekanto membagi penyebab prostitusi atas faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor internal, meliputi hasrat seksual yang tinggi, sifat malas, serta keinginan untuk hidup mewah dan serba enak.

2) Faktor eksternal, meliputi faktor ekonomi, urbanisasi yang tidak teratur, dan perumahan yang tidak memenuhi syarat.

Daftar Pustaka:

Wrahatnala, Bondet. 2009. Sosiologi 1 untuk SMA dan MA kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Pos terkait