Diperkirakan pada zaman pra sejarah, kebudayaan asli Indonesia telah mempunyai hubungan dengan kebudayaan luar sehingga kebudayaan luar membawa dampak dan pengaruh terhadap budaya Indonesia. Bukti yang menguatkan dugaan ini adalah ditemukannya kesamaan alat-alat yang digunakan oleh masyarakat pada zaman itu. Kebudayaan luar yang memiliki kesamaan dengan budaya Indonesia antara lain budaya Vietnam (Bacson-Hoabinh, Dongson, Sa Huynh-Kalanay) dan budaya India. Adapun budaya Bacson-Hoa binh, Dongson dan Sa Huynh-Kalanay berasal dari daerah Vietnam bagian utara dan selatan.
A. Kebudayaan Bacson-Hoabinh (16000 – 1000 SM)
Sejak tahun 1920-an istilah Bacson-Hoabinh merupakan nama sebuah tempat pembuatan alat-alat yang terbuat dari batu yang dipangkas satu atau dua sisi permukaannya. Hal ini bermula ketika ditemukannya alat-alat batu berbentuk lonjong, segitiga, segiempat, batu bertangkai serta tulang-belulang manusia pada saat penggalian di pegunungan kapur HoaBinh daerah Bacson, Vietnam bagian utara. Di wilayah Indonesia sendiri, alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di daerah Papua, Pulau Sumatra (Lhokseumawe dan Medan), Pulau Jawa (sekitar Bengawan Solo), Pulau Sulawesi dan Pulau Nusa Tenggara. Adapun hasil kebudayaan Bacson-Hoabinh antara lain Kapak Dari Tulang dan Tanduk, Kapak Genggam dan Flakes (alat alat kecil terbuat dari batu yang berfungsi sebagai pisau).
Kebudayaan Bacson-Hoabinh berkembang di Indonesia seiring adanya migrasi yang dilakukan melalui dua jalur yakni jalur barat dan jalur utara. Mereka datang ke bumi nusantara menggunakan perahu bercadik dengan mendiami daerah Sumatra dan Jawa bagian timur. Lambat laun keberadaan mereka terdesak dengan hadirnya Bangsa Melayu yang datang dikemudian hari. Hal ini menyebabkan mereka melakukan pelayaran menuju Indonesia bagian timur dan kita mengenalnya sebagai ras Papua. Pada saat itu ras Papua menganut atau berlangsung kebudayaan Mesolitikum sehingga dinamakan sebagai Papua Melanesoid. Mereka hidup setengah menetap di gua-gua dengan meninggalkan bukti sejarah berupa sampah dapur (kjokkenmoddinger) dan bukit-bukit kerang. Mata pencaharian masyarakatnya pada saat itu didominasi dengan aktivitas perburuan dan bercocok tanam secara sederhana. Masyarakat mesolitikum telah mengenal kesenian. Mereka meninggalkan jejak sejarah berupa lukisan mirip babi dan cap tangan di dinding-dinding gua, kita bisa menjumpainya di Gua Leang-Leang, daerah Sulawesi.
B. Kebudayaan Dongson (2000 – 300 SM)
Kebudayaan Dongson berasal dari daerah Tonkin, Vietnam. Mereka handal dalam pertanian, berternak kerbau dan babi serta memiliki kemampuan berlayar yang sangat hebat di zamannya. Adapun benda-benda peninggalan kebudayaan Dongson memiliki karakter yang khas dengan motif yang mengisyaratkan adanya suatu pengaruh atau aliran-aliran tertentu seperti motif geometri, arsiran, spiral, segitiga dan jalinan. Mereka juga mampu mengolah perunggu sebagai bahan untuk membuat berbagai macam alat dan di Indonesia sendiri kita dapat menemukan alat-alat peninggalan kebudayaan Dongson ini di daerah Kerinci dan Madura.
Kebudayaan Dongson telah mempengaruhi perkembangan budaya logam di Indonesia. Ada beberapa daerah penting di Indonesia yang mengembangkan budaya ini, antara lain:
1. Budaya logam awal di Jawa
Di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, terdapat peninggalan logam berupa peti kubur batu (sarkofagus). Diperkirakan ini merupakan bekal kubur yang berupa peralatan dari besi.
2. Budaya logam awal di Sumatra
Di temukannya kubur batu yang dihiasi dengan manik-manik kaca serta sejumlah benda logam seperti peniti emas dan tombak besi di daerah Pasemah, Sumatra Barat.
3. Budaya logam awal di Sumba, Nusa Tenggara
Kita bisa menjumpai kebudayaan masyarakat Sumba, Nusa Tenggara Timur dimana mereka memberi bekal berupa benda-benda logam yang diletakkan disebelah peti mati. Selain itu ditemukan pula alat-alat rumah tangga yang terbuat dari logam seperti bejana dan tembikar kecil.
4. Budaya logam awal di Bali
Di Bali kita juga menemukan kebudayaan bekal kubur seperti daerah Sumba. Mereka percaya bahwa ini merupakan cara mereka untuk menghormati roh leluhur yang telah meninggal.
C. Kebudayaan Sa huynh-kalanay (750 SM- 200 SM)
Sa huynh merupakan daerah di dekat pantai sekitar 140 km ke arah selatan dari Kota Tourane, Vietnam sedangkan Kalanay merupakan daerah di Filipina. Kebudayaan ini berkembang di Indonesia pada zaman perundagian dengan memberi dampak dalam pembuatan gerabah. Sangat sulit bagi kita untuk mengukur seberapa besar pengaruh pembuatan gerabah yang berasal dari kebudayaan Sa huynh-kalanay karena di Indonesia sendiri telah mengenal tradisi gerabah sejak zaman neolithikum (masa bercocok tanam). Ciri khas gerabah dari peninggalan kebudayaan Sa huynh-kalanay terdapat pada pola motif dimana biasanya berpola anyama, keranjang atau gulungan tali.
D. Kebudayaan India (500 SM ke atas)
Sejak jaman pra aksara, masyarakat Indonesia telah memiliki kemampuan dalam berlayar terutama menggunakan perahu bercadik. Di India juga ditemukan perahu bercadik tepatnya pada peninggalan suku Thanar dimana mereka telah melakukan perdagangan kelapa dengan masyarakat Indonesia sehingga diperkirakan adanya perahu bercadik di India disebabkan adanya pengaruh kebudayaan Indonesia. Kegiatan perdagangan seperti ini memberi dampak atau pengaruh kebudayaan dan kepercayaan Bangsa India kepada masyarakat Indonesia juga. Adapun bukti pengaruh budaya India di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Adanya arca Buddha dari perunggu di daerah Sempaga (Sulawesi), Kutai (Kalimantan), Jember (Jawa) dan Sumatera Selatan,
2. Ditemukan prasasti di Kerajaan Kutai dan Tarumanegara yang berbahasa sanskerta dan berhuruf Pallawa,
3. Adanya candi hindu-budha di Indonesia,
4. Adanya prasasti kerajaan Sriwijaya yang berhuruf Pallawa,
5. Adanya budaya India yang menjadi budaya Indonesia,
5. Adanya sistem kerajaan hindu-budha.
Taranasema.2009.Memahami Sejarah.Bandung:CV Armico.
Wardaya.2009.Cakrawala Sejarah.Surakarta:PT. Widya Duta Grafika.