Dampak Negatif Penerapan Dwi Kewarganegaraan – Saat ini, ada ribuan warga Indonesia yang menikah dengan warga negara asing, tinggal di negara asing, kerja di negara asing dan memiliki keturunan (anak, cucu) di luar negeri sedang gencar membujuk pemerintah agar memperbolehkan mereka memiliki status dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda.
Tentu hal ini memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing. Sisi positifnya bagi warga diaspora diantaranya dapat dengan mudah mengakali aturan negara luar terkait pembatasan gaji. Negara luar biasanya membatasi besaran gaji warga asing yang kerja di negaranya.
Dan tentu ada juga beberapa sisi positif lainnya bagi si pemiliki status dwi kewarganegaraan seperti kemudahan izin tinggal, hak pelayanan kesehatan dan sebagainya.
Perlu diketahui bahwa saat ini status dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda di Indonesia dibatasi hingga berumur 18 tahun hanya untuk anak hasil pernikahan campuran. Itu artinya setelah umur tersebut, si anak harus menentukan pilihan apakah ingin jadi warga Indonesia (WNI) atau jadi warga negara asing (WNA).
Dampak Negatif Penerapan Dwi Kewarganegaraan Bagi Indonesia
Ada 5 kerugian besar bagi negara dan warga negera Indonesia (WNI), jika status dwi kewarganegaraan ini diberlakukan.
1. Membuka celah atau peluang mengakali pajak
Seorang yang memiliki status kewarganegaraan ganda pasti jauh lebih mudah untuk mengakali pajak karena dia bisa memilih negara mana yang pajaknya lebih rendah. Misalnya jika Indonesia pajaknya lebih tinggi tentunya si pemegang status dwi kwarganegaraan ini akan lebih memilih membayar pajaknya di negara lain daripada di Indonesia.
Jika persoalan pajak ini disepakati oleh negara Indonesia dan negara luar, tentunya akan ada tarik ulur terkait nominal pajak. Dengan kata lain, uang pajaknya akan dibagi untuk dua negara. Hal ini tentu akan merugikan Indonesia dari sisi penerimaan pajak.
Bagi warga diaspora, mereka sangat diuntungkan karena mendapatkan hak-hak sebagai warga negara dari dua negara namun dari sisi negara justru akan sangat dirugikan terkait adanya nominal pajak yang harus dibagi dengan negara lain.
2. Penguasaan aset oleh warga dwi kewarganegaraan dan keluarganya
Status dwi kewarganegaraan dapat digunakan sebagai celah atau jalan penguasaan aset seperti tanah, bangunan toko, perusahaan dan sebagainya dari warga lokal negara Indoensia dengan dalih investasi. Hal ini tentu akan sangat merugikan warga negara Indonesia yang jumlahnya sekitar 270 jutaan orang.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Tak lain karena nilai aset seperti mata uang asing terutama dolar lebih besar nilainya daripada rupiah. Gaji di luar negeri seperti eropa dan amerika itu jauh lebih besar daripada gaji UMR di dalam negeri sehingga dengan kekuatan modal uang, warga dwi kwarganegaraan punya peluang menguasai berbagai sektor di Indonesia. Ilustrasinya seperti berikut.
Ada seorang pemegang status dwi kwarganegaraan bekerja di Inggris dengan gaji Rp 30 juta/bulan (Padahal ini perkiraan gaji minimal di Inggris saat ini). Jika dia bisa menyisihkan uang sebesar Rp 10 juta/bulan, maka dalam 1 tahun ia sudah bisa mengumpulkan dana sebesar Rp 120 juta. Nah, uang Rp 120 juta itu sudah bisa digunakan untuk membeli tanah persawahan subur di Indonesia hingga 2 are (200 meter persegi).
Coba bayangkan, jika ada 10.000 warga pemegang status dwi kwarganegaraan di luar negeri yang membeli tanah sawah seperti di atas. Maka akan ada 2 juta meter persegi aset persawahan subur yang hilang dari warga negara Indonesia lokal tiap tahunnya. Apalagi jika warga dwi kewarganegaraan diberikan hak bisa meminjam modal di bank nasional. Tentu penguasaan lahan bisa lebih mudah lagi.
Ilustrasi ini juga bisa kita kembangkan disektor lainnya, misalnya sektor ekonomi seperti penguasaan kepemilikan usaha toko, pabrik dan sebagainya oleh warga dwi kewarganegaraan dengan dalih investasi.
3. Sulitnya menangkap pelaku kriminal beserta aset yang dia bawa kabur
Dalam kehidupan tidak ada jaminan bahwa pemegang status dwi kewarganegaraan ini bisa selalu menjadi warga negara yang baik. Bisa saja dia menjadi pelaku kriminal atau melanggar hukum negara seperti pelaku terorisme, penjualan narkoba lintas negara, koruptor, penyelundupan barang ilegal dan sebagainya.
Hal ini tentu akan menyulitkan aparat penegak hukum kedua negara terkait siapa yang akan memproses kasusnya, menangkap orangnya dan menyita barang atau aset milik pelaku berstatus kewarganegaraan ganda ini.
4. Negara akan sulit menentukan para pengkhianat jika kedua negara sedang berperang
Disaat situasi global yang tak menentu seperti saat ini sangat dimungkinkan jika Indonesia suatu saat akan memiliki konflik dengan negara lain. Dalam keadaan damai saja, negara kita memiliki kebijakan luar negeri yang berbeda dengan negara lain.
Apabila terjadi perang, maka sulit bagi lembaga penjaga keamanan negara untuk mendeteksi para pemegang status kwarganegaraan ganda apakah mereka itu akan berposisi sebagai pejuang pro Indonesia atau justru bersekutu dengan negara lain?.
5. Mengancam kedaulatan negara
Pemberian status kewarganegaraan ganda akan memudahkan asing untuk menguasai Indonesia secara halus, leluasa dan aman karena ada payung hukumnya.
Dengan kekuatan modal dana yang besar akan dapat dimulai dari penguasaan aset tanah produktif (penghasil pertanian dan perkebunan), memasukkan budaya dan pemikiran luar yang tidak sesuai dengan ideologi negara, penguasaan politik, sektor ekonomi dan sebagainya. Dalam skala besar, hal ini dapat mengancam kedaulatan negara kesatuan Indonesia.
Dampak negatif penerapan Dwi Kewarganegaraan