Teori Tentang Struktur Ruang Kota

Struktur kota menurut teori historis
Gambar. Struktur kota menurut teori historis

Teori Tentang Struktur Ruang Kota – Hubungan interaksi antara manusia dengan lingkungannya mengakibatkan adanya pola penggunahan lahan yang beraneka ragam. Hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi lahan yang berbeda-beda sehingga menuntut manusia yang mengggunakannya harus menggunakan cara penggunaan yang berbeda pula. Penggunaan alam sekitar harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang meliputi keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial dan keadaan dari segi ekonomi. Nah, sehubungan dengan hal ini, munculah beberapa teori seperti teori konsentris, sektoral, inti ganda, konsektoral, poros dan historis (Danang Endarto, Hal. 209).

1) Teori Konsentris (Concentric Theory)

Teori tentang struktur ruang kota yang pertama adalah teori konsentris yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest W. Burgess, seorang sosiolog asal Amerika Serikat yang meneliti kota Chicago pada tahun 1920. Ia berpendapat bahwa kota Chicago telah mengalami perkembangan dan pemekaran wilayah seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan itu semakin meluas menjauhi titik pusat hingga mencapai daerah pinggiran. Zona yang terbentuk akibat pemekaran wilayah ini mirip sebuah gelang yang melingkar.

Teori ini memungkinkan terjadi pada daerah eropa dan amerika seperti london, kalkuta, chicago dan Adelaide (Australia) dimana lingkungannya yang sangat mudah untuk dibangunnya jalur transportasi. Di Indonesia, teori seperti ini sangat sulit terwujud (hanya di kota-kota besar) karena lingkungan di Indonesia banyak yang merupakan daerah pegunungan, berlembah, memiliki sungai besar dan daerah yang terpisah laut. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

Struktur kota menurut teori konsentris
Gambar. Struktur kota menurut teori konsentris

2) Teori Sektoral (Sector Theory)

Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral yakni teori yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil penelitiannya yang dilakukannya pada tahun 1930-an di kota Chicago. Hommer Hoyt berpendapat bahwa unit-unit kegiatan di perkotaan tidak menganut teori konsentris melainkan membentuk unit-unit yang lebih bebas. Ia menambahkan bahwa daerah dengan harga tanah yang mahal pada umumnya terletak di luar kota sedangkan harga tanah yang lebih murah biasanya merupakan jalur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat kota (pusat kegiatan) menuju daerah perbatasan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

Struktur kota menurut teori sektoral
Gambar. Struktur kota menurut teori sektoral

3) Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)

Teori tentang struktur ruang kota yang ketiga adalah teori inti ganda yakni teori yang dikemukakan oleh dua orang ahli geografi yang bernama Harris dan Ullman pada tahun 1945. Mereka berdua berpendapat bahwa teori konsentris dan sektoral memang terdapat di perkotaan namun apabila dilihat lebih dalam lagi, maka akan didapati kenyataan yang lebih kompleks.

Kenyataan yang kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang berkembang akan tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai dengan kegunaan sebuah lahan, misalnya adanya pabrik, universitas, bandara, stasiun kereta api dan sebagainya. Nah, inti-inti kota tersebut akan menciptakan suatu pola yang berbeda-beda karena kita tentunya akan tahu bahwa sebuah tempat yang dibuka (misalnya pabrik), maka disekitarnya akan tumbuh pemukiman kos-kosan, perdagangan kecil dan sebagainya yang tentunya semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang kota. Biasanya faktor keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar belakangi munculnya inti-inti kota ini.

Struktur kota menurut teori inti ganda
Gambar. Struktur kota menurut teori inti ganda

4) Teori Konsektoral (Tipe Eropa)

Teori tentang struktur ruang kota yang keempat adalah teori konsektoral (tipe Eropa) yakni teori yang dikemukakan oleh Peter Mann di Inggris pada tahun 1965. Peter Mann mencoba untuk menggabungkan teori konsentris dan sektoral, akan tetapi disini teori konsentris lebih ditonjolkan.

Struktur kota menurut teori konsektoral
Gambar. Struktur kota menurut teori konsektoral

5) Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)

Teori tentang struktur ruang kota yang kelima adalah teori konsektoral (tipe Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford saat melakukan penelitian di Amerika Latin pada tahun 1980. Teori ini bisa Anda lihat gambarannya seperti pada gambar berikut.

Struktur kota menurut teori konsektoral tipe Amerika Latin
Gambar. Struktur kota menurut teori konsektoral tipe Amerika Latin (Sumber: Eni Anjayani, hal 201)

6) Teori Poros

Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros yakni teori yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini menekankan bahwa jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap struktur ruang kota.

Struktur kota menurut teori poros
Gambar. Struktur kota menurut teori poros

7) Teori Historis

Teori tentang struktur ruang kota yang terakhir yakni teori historis yang dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas nilai sejarah yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di kota tersebut. Kita bisa melihat gambaranya di bawah ini.

Struktur kota menurut teori historis
Gambar. Struktur kota menurut teori historis

Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu yang lama akan mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya sejumlah penduduk akan pindah ke daerah pinggiran yang masih asri dan alami (lihat garis yang menunjuk keluar). Kerusakan lingkungan di daerah pusat kegiatan ini akan mengundang pemerintah setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika dirasa telah lebih baik, hal ini akan mengundang sejumlah masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat kegiatan. Beberapa alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya (lihat garis yang menunjuk ke dalam).

Nah, perbaikan terus di lakukan dimana yang awalnya hanya di lakukan pada wilayah 1 (pusat kegiatan) kemudian merambat ke wilayah 2, 3 dan seterusnya. Tentunya ini akan menarik masyarakat untuk memindahkan tempat tinggalnya dari wilayah 1 ke wilayah yang lebih tinggi sehingga terjadilah perubahan tempat tinggal. Beberapa alasannya pada umumnya karena wilayah pusat kegiatan sangat padat penduduk sehingga tidak begitu nyaman.

[color-box]Anjayani, Eni.2009. Geografi untuk Kelas XII SMA/MA. Klaten: PT.Cempaka Putih.
Endarto, Danang.2009.Geografi 3 untuk SMA/MA Kelas XII.Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Utoyo, Bambang.2009.Geografi 3 Membuka Cakrawala Dunia : untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: PT. Setia Purna Inves.[/color-box]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar