Sejarah Bima Bagian Kedua (Zaman Hindu)
Pada halaman sebelumnya kita telah membahas sejarah Bima bagian pertama yaitu sejak zaman prasejarah hingga zaman Ncuhi. Nah, saat ini kita akan membahas zaman sejarah Bima bagian kedua yaitu pada zaman Hindu.
Tidak diketahui secara pasti bagaimana datangnya pengaruh Hindu di kehidupan masyarakat Bima. Sedikit sekali peninggalan-peninggalan sejarah yang menerangkan zaman ini. Beberapa prasasti seperti prasasti wadu pa’a, prasasti wadu tuti donggo serta prasasti lainnya tidak memberikan informasi secara terperinci. Bahkan buku catatan lama istana Bima (BO) juga tidak memberikan keterangan secara mendetail.
Kemungkinan pengaruh Hindu ke Bima masuk sekitar abad ke-11 Masehi yakni pada masa Raja Erlangga dari Kerajaan Medang Kamulan masih menjabat (Baca: Kerajaan Medang Kamulan atau Kahudripan). Pada masa raja Erlangga perdagangan Indonesia bagian tengah dan timur sangatlah ramai hingga mencapai daerah Bima. Lalu lintas selat flores sangatlah padat. Banyak pedagang dari Jawa, Maluku, Sulawesi dan Timor berdagang dengan membawa barang-barang dari daerah masing-masing. Dari Bima, pedangan mengambil hasil alam seperti rempah-rempah, kayu cendana, sopang, kayu rotan, kayu soga dan sebagainya.
Letak Bima yang strategis membuat daerah ini sering digunakan sebagai tempat persinggahan bagi para pedangan dari Jawa ke Maluku dan begitu sebaliknya. Terlebih bila terjadi cuaca buruk, para pedangan akan tinggal beberapa saat sebelum melanjutkan perjalanan mereka. Hal ini yang menyebabkan terjadinya pengaruh ajaran agama Hindu di kehidupan masyarakat Bima.
Meskipun hubungan antara Jawa dan Bima sudah terjalin sejak abad ke 11 Masehi namun pengaruh ajaran Hindu dari Jawa tidak sepenuhnya berpengaruh di tatanan politik dan sosial budaya Bima. Situs-situs peninggalan agama Hindu masih sedikit yang ditemukan. Meski begitu, situs ini sangat penting guna mengungkap peristiwa sejarah penyebaran agama Hindu di Pula Sumbawa ini, khususnya Bima. Beberapa situs-situs peninggalan zaman Hindu antara lain:
1. Situs Wadu Pa’a (Batu Pahat) yang terletak di sebelah barat teluk Bima. Situs ini berupa kuil Hindu dengan kondisi yang masih baik meski patung atau lingganya sudah hilang.
2. Situs wadu tunti (Batu Tulis) terletak di dekat kampung Padende. Hingga saat ini, tulisan di batu ini belum sepenuhnya bisa dibaca.
3. Sebuah lingga yang terdapat di depan masjid raya Sila. Saat ini batu tersebut digunakan sebagai batu nisan sebuah kuburan Islam.
4. Batu-batu berukiran corak Hindu pernah ditemukan di tempat Wadu Sahe (Batu Kerbau). Saat ini batu tersebut di simpan di pekarangan Sekolah Dasar VIII Desa Sila.
5. Doro Ncandi merupakan situs yang belum digali namun diperkirakan berupa bekas candi. Situs ini satu-satunya situs candi yang ada di kabupaten Bima. Di Sumbawa, situs semacam ini banyak ditemukan namun keadaannya belum dipugar dan masih berupa bongkahan batu berukuran besar yang tertimbun di bawah tanah. Ukuran batu bisa mencapai ukuran 40 cm x 40 cm x 50 cm.
[color-box]L. Masier Q. Abdullah dkk. Buku Sejarah Kabupaten Bima yang dijilid oleh Perpustakaan Kota Bima.[/color-box]