Persebaran Situs Masa Klasik Di Yogyakarta

Candi Sambisari yang tertimbun tanah hasil endapan erosi Gunung Merapi
Candi Sambisari yang tertimbun tanah hasil endapan erosi Gunung Merapi (Foto: Siswa Team)

Penelitian terkait persebaran situs masa klasik di Yogyakarta yang dikaitkan dengan sumber daya lingkungan (ekologi) yang telah dilakukan oleh Mundarjito. Adapun hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa lokasi untuk pembangunan candi dipilih berdasarkan kondisi dan potensi lingkungan.

Candi Sambisari yang tertimbun tanah hasil endapan erosi Gunung Merapi
Candi Sambisari yang tertimbun tanah hasil endapan erosi Gunung Merapi (Foto: Siswa Team)

Sesuai dengan persyaratan dan aturan candi yang tercantum dalam kitab “Manasara-Silpasastra” dan kitab “Silpa Prakasa” dari India. Nah, dalam penelitiannya ini, Mundarjito mengklasifikasikan situs-situs yang terdapat di Yogyakarta menjadi empat kelompok berdasarkan penelitian yang didasarkan pada variabel lingkungan.

Terdapat sembilan variabel yaitu ketinggian tempat, bentuk lahan, kemiringan permukaan lahan, jenis lahan, kedalaman muka air tanah, jenis batuan, permeabilitas lapisan deposit air tanah (akifer), kedalaman efektivitas tanah dan jarak terhadap sumber air atau sungai (Baca juga: Material Yang Dikeluarkan Saat Erupsi Gunung Api).

Nah, berdasarkan klasifikasi tersebut, maka situs-situs yang termasuk dalam kelompok II terdapat 85 situs dan kelompok IV terdapat 117 situs dimana semuanya memiliki sumber daya lingkungan yang potensial dalam kaitannya dengan pola permukiman berdasarkan mata pencaharian utama yakni berupa pertanian. Adapun kelompok I yang terdiri dari 10 situs dan kelompok III yang terdiri dari 6 situs memiliki sumber daya lingkungan yang kurang potensial sehingga tidak sesuai dengan pola kehidupan menetap bagi para penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka candi-candi di kawasan daratan Prambanan termasuk dalam kelompok situs yang memiliki lingkungan yang berpotensi sangat tinggi. Situs tersebut meliputi situs Candi Prambanan, Candi Banyunibo, Candi Keblak, Candi Semarangan, Candi Gribyangan, Candi Singa, Candi Polengan, Candi Gatak, Candirejo, Candi Watugudig dan Candi Nogosari. Adapun situs yang berada di lingkungan yang berpotensi sumber daya rendah antara lain situs Ratu Boko, Sumberwatu dan Lengkong serta beberapa candi seperti Dewangsri, Barong, Miti, Gupolo, Ijo, Ledoksari dan Tinjon. Situs-situs tersebut berada di sebelah selatan Prambanan.

Pemilihan lokasi pembangunan situs-situs di lokasi yang kurang berpotensi tersebut merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan. Pemanfaatan perbukitan seperti yang berada di selatan Prambanan seperti Bukit Boko dan Bukit Ijo yang berlangsung makin intensif hingga sekitar abad ke 10 Masehi. Selain menunjukan adanya adaptasi, hal ini juga dilakukan untuk menghindari adanya letusan gunung Merapi yang melanda sebagian daerah di Prambanan (Baca juga: vulkanisme dan dampaknya).

Lahar dingin hasil erupsi Gunung Merapi membuat terpendamnya beberapa daerah lereng dan daratan di selatan Gunung. Hal inilah yang kemudian kita menemukan beberapa situs yang terpendam di dalam tanah seperti situs Candi Sambisari, Candi Kadisoka, Candi Kedulan, Candi Wadas, situs Lengkong, situs Pajangan, situs Gampingan dan situs Klodangan (Baca juga: Candi Gebang).

Pos terkait