Menurut teori nilai guna atau utility bahwa setiap barang memiliki daya guna atau setidaknya memberikan kepuasan kepada konsumen yang menggunakan barang tersebut. Nah, dengan begitu jika ada seseorang pembeli atau konsumen meminta sebuah barang tertentu, maka sebenarnya yang ia cari adalah nilai guna dari barang tersebut. Jadi nilai guna atau utilitas merupakan kepuasan dan kenikmatan yang diperoleh seseorang dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Sampai disini sudah mengerti?, oke lanjut.
Perlu diketahui bahwa dalam sebuah tingkat kepuasan yang semakin tinggi, bisa dikatakan akan semakin tinggi pula nilai guna (utility) dari barang tersebut. Teori nilai guna atau untility dapat kita golongkan manjadi dua macam yaitu nilai guna total (total utility) dan nilai guna marjinal (marginal utility).
1. Nilai guna total (total utility)
Nilai guna total merupakan jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh oleh konsumen dalam mengonsumsi sejumlah barang tertentu. Misalnya, habis bangun tidur Anda minum 1 gelas air dengan nilai guna 2. Pada waktu berikutnya, sehabis olah raga Anda minum air sebanyak 2 gelas dengan nilai guna 4, tentu keadaan ini (sehabis olah raga) membuat konsumsi air meningkat.
Anda pasti bingung, darimana saya dapat menentukan nilai guna 2 dan 4 pada contoh di atas?. Perlu dipahami bersama bahwa nilai guna (utility) terhadap suatu barang atau jasa itu bersifat subjektif yang berarti bahwa setiap orang memiliki penilaian yang berbeda. Adapun dalam contoh di atas saya secara pribadi memberi nilai guna 2 (minum air setelah bangun tidur) dan 4 (minum air setelah olah raga). Anda bisa memberikan penilaian yang berbeda dan ini sah-sah saja.
Nah, biasanya penentuan nilai guna ini jika pada sebuah website, maka akan terdapat pada akhir artikel -ada semacam tanda bintang- dimana si pembaca diberi kesempatan untuk mengisi poling atau rating terkait seberapa besar nilai guna website tersebut kepada Anda.
2. Nilai guna marjinal (marginal utility)
Nilai guna marjinal merupakan pertambahan atau pengurangan kepuasan konsumen sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan penggunaan satu unit barang tertentu. Misalnya Anda makan bakso 1 mangkok dengan nilai guna sebesar 30 kemudian Anda makan lagi 1 mangkok dengan nilai guna 20. Kemudian Anda nambah lagi 1 mangkok dengan nilai guna 5. Maka jika di total nilai gunanya sebesar 55. Nah, disini bisa diketahui bahwa nilai marjinalnya yaitu 10 pada saat mangkok pertama dan kedua. Pada saat mangkok kedua dan ketiga, nilai guna marjinalnya sebesar 15.
Mengapa saat makan bakso 1 mangkok, 2 mangkok dan 3 mangkok nilai gunanya turun?, itu karena perut kita memiliki kapasitas. Jika kapasitas telah terpenuhi, maka makanan tidak diperlukan lagi. Hal ini akan dirasakan kenyang oleh si pemakan bakso tersebut sehingga kenikmatan atau kepuasan makan bakso justru akan semakin berkurang.
Nah, dari penjelasan di atas kita jadi tahu bahwa semakin banyak kita mengkonsumsi suatu barang tertentu, maka nilai guna totalnya akan semakin besar namun nilai guna marjinalnya justru akan semakin turun bahkan bisa mendekati nol atau justru bisa negatif.
Hubungan antara jumlah barang yang dikonsumsi dengan total utility dan marginal utility dapat di lihat pada kurva di atas. Perlu diigat pula bahwa nilai guna marjinal (marginal utility) hanya berlaku dengan beberapa asumsi berikut ini:
- Nilai guna dapat diukur,
- Konsumen bersifat rasional (tidak gila) sehingga perilakunya dapat dipahami secara logis,
- Konsumen bertujuan untuk memaksimumkan utilitasnya (bukan untuk sekedar senang-senang).
Beberapa ahli juga menggolongkan teori nilai guna atau utility menjadi dua (lain daripada yang telah kita bahas di atas) yaitu teori nilai objektif dan teori nilai subjektif.
1. Teori Nilai Objektif
Teori nilai objektif merupakan teori yang menyelidiki tentang nilai suatu barang dimana barang itu sendiri digunakan sebagai objek penelitian (bukan barang laen atau yang berbeda). Barang akan terlebih dahulu diteliti -apakah barang tersebut memiliki nilai tawar dan nilai tukar? bagaimana seluk-beluk proses produksi barang hingga terjual ke tangan konsumen?-. Nah, penelitian ini pada umumnya dilakukan oleh pihak produsen.
Ada beberapa teori terkait teori nilai objektif ini, antara lain:
a. Teori nilai biaya produksi dari Adam Smith
Menurut Adam smith, nilai suatu barang atau jasa ditentukan oleh biaya yang dikeluarkan produsen untuk memproduksi barang atau jasa tersebut. Semakin tinggi biaya produksi semakin tinggi pula nilai dari barang tersebut. Misalnya biaya produksinya sebesar Rp 100.000,- maka nilai barang itu sebesar Rp 100.000,- pula.
b. Teori nilai biaya produksi tenaga kerja dari David Ricardo
Menurut David ricardo, nilai suatu barang ditentukan oleh biaya tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut. Yakni meliputi tenaga manusia, mesin atau biaya pengeluaran lainnya dari semua peralatan yang digunakan dalam proses produksi.
c. Teori nilai lebih dari Karl Marx
Menurut Karl marx, barang dinilai berdasarkan pada biaya rata-rata tenaga kerja di masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan masyarakat adalah tenaga manusia, termasuk perkakas dan mesin yang dipakai dalam produksi.
d. Teori nilai reproduksi dari Carey
Menurut Carey, nilai barang harus didasarkan atas biaya reproduksi yakni biaya untuk memproduksi kembali suatu barang. Misalnya membuat kursi kayu membutuhkan dana Rp 100.000,- namun beberapa hari kemudian harga kayu naik sehingga biayanya menjadi Rp 150.000,-. Nah, disini maka biaya produksinya dihitung sesuai harga kenaikannya yaitu Rp 150.000,-.
e. Teori nilai pasar dari Hummed and Locke
Ajaran nilai David Humme dan John Locke ini juga disebut sebagai market value theory. Menurut teori ini, nilai suatu barang bergantung pada permintaan dan penawaran barang di pasar. Misalnya harga mercon naik ketika mendekati hari raya idul fitri karena permintaan lebih tinggi daripada penawaran, tapi ketika hari biasa harganya turun. Hal ini disebabkan karena permintaan lebih rendah daripada penawaran. Jadi harganya akan fluktuatif.
2. Teori Nilai Subjektif
Teori nilai subjektif menjelaskan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh utilitas dari barang tersebut dimana utilitas setiap orang bisa berbeda meski sedang menilai barang yang sama. Teori subjektif ini, terkenal berasal dari pemikiran Herman Heinrich Gossen dan Carl Menger.
a. Hukum Gossen I
Hukum Gossen I berbunyi, “Jika pemuasan kebutuhan dilakukan terus menerus, maka kenikmatan semakin lama semakin berkurang dan pada suatu saat akan tercapai titik kepuasan”.
Hukum ini menjelaskan terkait penggunaan satu macam barang yang sama, padahal pada umumnya, manusia menggunakan berbagai macam barang. Untuk itu muncul lah hukum Gossen II.
b. Hukum Gossen II
Hukum Gossen II berbunyi, “Manusia berusaha memuaskan kebutuhannya yang beraneka ragam hingga mencapai tingkat intensitas yang sama (harmonis)”.
Jadi disini dijelaskan bahwa manusia akan membagi-bagi pengeluaran uangnya sedemikian rupa sehingga kebutuhannya terpenuhi secara seimbang.
c. Teori Nilai Subjektif Carl Menger
Menurut Menger, nilai ditentukan oleh faktor subjektif dibandingkan faktor objektif. Nilai berasal dari kepuasan manusia. Carl Menger juga menggunakan Hukum Gossen II untuk menyelidiki bagaimana orang membagi penghasilannya guna memenuhi kebutuhannya yang bermacam-macam. Nah, pada umumnya manusia akan membagi-bagi penghasilannya untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup dimana kebutuhan yang palng penting dan mendesak akan mendapatkan prioritas utama.
Indriayu, Mintasih.2009. Ekonomi : Untuk SMA/MA Kelas X.Solo: CV Teguh Karya.
Nur Mulyani, Sri dkk.2009. Ekonomi 1 : Untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Kelas X.Jakarta: Cakra Media.
Supriyanto dan Ali Muhson.2009. Ekonomi untuk SMA dan MA kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.