Disorganisasi keluarga

Disorganisasi Keluarga

Apa itu disorganisasi keluarga ?

Disorganisasi keluarga merupakan suatu bentuk ketidakharmonisan keluarga sebagai suatu unit masyarakat terkecil yang disebabkan oleh adanya kegagalan masing- masing anggota keluarga dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan status dan perannya masing-masing.

Dalam hubungan ini, William J. Goode membedakan bentuk-bentuk disorganisasi keluarga menjadi 4 (empat) macam, yaitu:

1. Disorganisasi keluarga yang disebabkan oleh karena hubungan-hubungan yang dibangun tidak berdasarkan ikatan perkawinan yang sah.

2. Disorganisasi keluarga yang terjadi sebagai akibat dari putusnya hubungan perkawinan, yakni yang disebabkan oleh perceraian.

Disorganisasi Keluarga

3. Disorganisasi keluarga yang disebabkan oleh adanya kematian dari kepala keluarga yang bersangkutan.

4. Disorganisasi keluarga yang disebabkan oleh faktor-faktor intern keluarga yang bersangkutan, seperti terdapat anggota keluarga yang sakit jiwa, berperilaku menyimpang, dan lain sebagainya.

Disorganisasi keluarga dapat terjadi pada setiap level keluarga. Tidak terkecuali masyarakat kelas bawah, masyarakat kelas menengah, dan masyarakat kelas atas, semuanya memiliki problemnya masing-masing yang setiap saat siap menjadi pemicu terjadinya disorganisasi keluarga.

Banyak sekali kasus yang menjadi penyebab terjadinya disorganisasi keluarga, seperti: ketidakmampuan kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi seluruh anggota keluarga, perceraian, kematian orang tua, penyalahgunaan narkoba, perselingkuhan, dan lain sebagainya.

Artikel terkait: interaksi sosial dan keteraturan

Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, bahwa penyebab utama disorganisasi keluarga adalah ketidakharmonisan suasana keluarga. Keluarga yang tidak harmonis akan selalu mengalami kesulitan dalam melaksanakan proses pendidikan bagi anak-anak mereka.

Akibatnya, anak-anak merasa kurang perhatian yang pada gilirannya akan mencari konpensasi dengan mencari kegiatan-kegiatan lain yang cenderung bersifat negatif.

Ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga dapat menjadi pemicu ketidakharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Seringkali kita temui, para pelaku kejahatan yang melakukan tindak kejahatan disebabkan oleh pengaruh lingkungan keluarga tempat ia dilahirkan. Misalnya, pelaku pencabulan yang ternyata merupakan korban pencabulan disaat ia masih anak-anak.

Baca juga: Interaksi sosial dan dinamika sosial

Contoh lainnya lagi, seorang pelaku pemerasan melakukan tindakan pemerasan karena dulu sewaktu usia anak-anak sering melihat orang tuanya memeras uang kakeknya dan lain sebagainya.

Nah, tentu situasi ini akan menyebabkan ada semacam pengaruh berantai bagi ruang lingkup yang lebih luas yaitu kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Daftar Pustaka
Widianti, Wida.2009.Sosiologi 1 : untuk SMA dan MA Kelas X.Bandung:Habsa Jaya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9 Komentar

  1. jangan sampai perceraian bikin anak kehilangan induknya!! anak akan menjadi korban utama

    1. Betul Kak, setiap ada perceraian pasti korban utamanya adalah anak. Orang tua pada posisi seperti ini cenderung egois, mereka pikir dengan bercerai akan menciptakan solusi bagi mereka. Oke, bisa jadi memang bisa menjadi solusi, tapi bagaimana dengan si anak?? itu juga harus dipikirkan…

      1. perceraian di indonesia menurut menteri Khofifah meningkat 60-70 % (liputan6.com), menurut saya faktor perceraian lebih dikarenakan FAKTOR KOMITMEN antara suami-istri. Mengapa? krna kalau alasannya faktor ekonomi, knpa banyak orang kaya yang bercerai?, entah dimotori perselingkuhan, suami-istri saling sibuk dsb. Bagaimana dengan alasan adanya perbedaan pendapatan (income) dimana istri pendapatannya lebih besar, menrut saya itu juga kurang tepat karena banyak keluarga yang istrinya gajinya lebih gedhe tapi rumah tangga tetap harmonis.

        1. klu blh menambahi pendapat mas sarifuddin, memang betul faktor ekonomi, faktor status sosial, pendidikan itu bukan faktor utama penyebab perceraian (menrt saya lho..), tapi bisa jadi itu adalah faktor “bumbu tambahan” yang dapat mempercepat atau meng-“iya”-kan untuk segera bercerai… tapi yg namanya “bumbu tambahan” kan gak mesti ada, iya kan? 🙂 atau kalaupun ada seseorang tidak akan bercerai atau setidaknya membatalkan bercerai bilamana tidak ada faktor utamanya. Apa faktor utamanya itu? faktor utamanya adalah KEPERCAYAAN.

          kepercayaan bisa diartikan luas lho, kepercayaan komitmen, kepercayaan akan keberlangsungan ekonomi, kepercayaan sesuai posisinya dimana ayah harus bisa mengemban tugas sebagai ayah dan ibu harus bisa sebagai ibu beneran hehehe

          1. yang penting agamanya bro
            kalau agamanya bener insyA faktor perceraian bisa diminimalisir =D
            bukan agama secara teori, tapi praktek.. agama masuk ke hati

          2. perceraian bukanlah hal momok bahkan bisa jadi solusi bagi orang yang bisa memahami agama sampek ke hati, bukan teori. kayak suami-istri yang tidak dikaruniai keturunan (faktor gen) bisa solusinya bercerai atau suami nikah lagi (poligami). dengan bercerai istri bisa nikah lagi dan suami bisa nikah lagi… tapi klu cerai disebabkan krna perselingkuhan, tingkah bejat (mabok, gak mau kerja, suka judi) ini yang dikasihani ya anaknya

          3. kalau toh terjadi perceraian… kita harus menasehati anaknya dengan bahasa yang halus.

            “MASA DEPAN ANAK KORBAN PERCERAIAN MASIH BERSIH JADI JANGAN DIKOTORI DENGAN GELAPNYA RUMAH TANGGA ORANG TUANYA”

            kalau rumah tangga ortunya gagal, rumah tangga anaknya jangan sampai gagal…! masa depan harus lebih baik

          4. setuju! rumah tangga anak adalah rumah tangga buatannya sendiri. kegagalan orang tuanya jangan sampek dicontoh oleh keluarga anak,, anak harus bisa lepas dari bayang-bayang kegagalan rumah tangga orang tuanya. dia harus tetap melaju untuk mewujudkan cita2nya. bahagia bersama keluarganya sendiri.

  2. perceraian di Indonesia sudah mengkhawatirkan…. tinggi
    beberapa temanku sebagai anak udah jadi korban