Tinjauan Sosiologi terhadap Masalah di Indonesia

Tinjauan Sosiologi Terhadap Masalah di Indonesia
Tinjauan Sosiologi Terhadap Masalah di Indonesia

Tinjauan Sosiologi terhadap Masalah di Indonesia – Menerapkan pengetahuan sosiologi secara praktis tidak hanya dilakukan di lingkungan keluarga dalam skala mikro, tetapi juga menyangkut hubungan antarsuku, agama, dan ras serta berbagai aspek kehidupan yang lebih luas dalam skala makro. Terlebih lagi dalam menghadapi berbagai masalah sosial yang sering muncul akhir-akhir ini di Indonesia, peranan sosiologi sangat diharapkan.

Beberapa masalah sosial yang dihadapi Indonesia dewasa ini di antaranya menyangkut masalah nilai-nilai, masalah penegakan hukum, masalah hubungan antarsuku bangsa, dan modernisasi.

Tinjauan Sosiologi terhadap Masalah di Indonesia

Bagaimana menerapkan pengetahuan sosiologi dalam menghadapi masalah-masalah tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

1. Masalah Nilai-Nilai

Mengenai nilai-nilai yang ada di Indonesia dewasa ini, terdapat kecenderungan masyarakat menganut nilai-nilai yang dianggap negatif oleh bagian terbesar warga masyarakat, tetapi secara terpaksa harus dianut juga (padahal secara logis dan benar, seharusnya dihindari).

Misalnya, dalam bidang hakikat hidup ada kecenderungan yang sangat kuat untuk menekankan nilai keakhlakan atau spiritualisme semata, atau sebaliknya pada nilai kebendaan atau materialisme. Kecenderungan untuk berpedoman pada nilai keakhlakan semata terdapat pada golongan masyarakat yang secara relatif dirugikan oleh keadaan.

Pada golongan masyarakat yang lain, terdapat kecenderungan untuk memberikan tekanan yang sangat kuat pada nilai kebendaan sehingga ada anggapan kuat bahwa hidup ini dikendalikan oleh materialisme semata.

Pengaruh dari nilai tersebut sangat terasa pada nilai-nilai lainnya, seperti ada kecenderungan kuat untuk berkarya demi mendapatkan kedudukan dengan atribut-atribut yang konsumtif yang kemudian disusul dengan nilai yang berorientasi pada masa kini.

Baca juga: Konsep dasar metode sosiologi

Hal ini kemudian tidak memperhatikan kelestarian alam dan mempunyai pengaruh besar terhadap pergaulan sosial yang dilandasi pada faktor kebendaan semata-mata.

Tekanan pada nilai kebendaan mempunyai suatu akibat bahwa di dalam pergaulan hidup yang sangat dipentingkan adalah status atau kedudukan. Sebagaimana dikatakan di awal, hal ini merupakan salah satu ciri masyarakat sederhana.

Padahal, proses perubahan terencana yang dewasa ini dilakukan mempunyai tujuan mencapai suatu masyarakat modern, di mana peranan (role) sangat dipentingkan.

Misalnya, seseorang yang diberikan jabatan tertentu bukanlah bergantung pada gelar kesarjanaan, akan tetapi pada prestasi objektifnya di dalam menjalankan fungsi dalam jabatan tersebut.

Hal-hal yang dijelaskan tersebut banyak terjadi dalam system masyarakat Indonesia dewasa ini dan seperti sudah melembaga yang sukar untuk diubah. Nilai kebendaan tersebut bahkan dapat dijumpai kecenderungannya dalam bidang lain, seperti politik, ekonomi, sosial, hukum, dan lainnya.

Ketimpangan dalam kehidupan manusia akan terus terjadi jika tekanan hanya diletakkan pada satu nilai saja. Misalnya, jika orang lebih mementingkan nilai kebendaan dan melupakan nilai keakhlakan atau sebaliknya.

2. Masalah Penegakan Hukum

Proses penegakan hukum merupakan suatu penyerasian antara nilai-nilai, norma-norma, dan perikelakuan nyata dalam masyarakat. Apabila terjadi ketidakserasian, timbullah masalah di dalam proses penegakan hukum, baik dalam skala kecil maupun besar, terutama yang menyangkut hubungan interpersonal antara penegak-penegak hukum yang mempunyai pengaruh timbal balik dan lembaga-lembaga hukum yang menurut GBHN harus diserasikan.

Secara konvensional, yang dianggap penegak hukum adalah hakim, jaksa, polisi, pengacara, dan petugas-petugas lembaga pemasyarakatan. Hakim, jaksa, dan polisi, misalnya oleh peraturan perundang-undangan yang ada ditempatkan pada kedudukan atau status yang sederajat, padahal peranannya berbeda-beda.

Akan tetapi, pada kenyataannya, mereka lebih diorientasikan pada status sehingga tidak jarang peran masing-masing diabaikan demi menjaga prestise korpsnya masing-masing.

Keadaan yang tidak menguntungkan dari pencari keadilan tersebut juga ditambah dengan kurangnya fasilitas dan taraf kesadaran serta kepatuhan hukum yang relatif rendah dari warga masyarakatnya. Misalnya, ada hakim atau jaksa yang mudah disogok atau masyarakat yang dibodohi oleh hukum.

Baca juga: Sosiologi sebagai pengetahuan

Masalah tersebut tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang dianut padahal di dalam hal-hal tertentu malahan harus dihindari. Di dalam proses penegakan hukum di Indonesia, ada suatu kecenderungan yang kuat untuk menekankan pada nilai ketertiban, kepastian, kepentingan umum, dan kebendaan. Padahal, para pencari keadilan juga memerlukan ketenteraman, kesebandingan, dan kepentingan pribadi, ataupun keakhlakan.

3. Masalah Hubungan Antarsuku Bangsa

Masalah ini bisa terjadi pada masyarakat sederhana, madya, ataupun modern. Hal ini mungkin harus dibedakan dari masalah yang terjadi antara golongan pribumi dan nonpribumi. Mengenai hubungan antarsuku bangsa, mungkin saja timbul masalah yang bersumber pada hal-hal sebagai berikut.

  • Suatu suku bangsa tertentu ingin memaksakan unsur-unsur kebudayaan khusus yang dianutnya pada suku bangsa lain, baik secara nyata maupun tidak.
  • Suatu suku bangsa tertentu mencoba memaksakan unsur-unsur agama yang dianutnya terhadap suku bangsa lain yang berbeda agamanya.
  • Suatu suku bangsa tertentu ingin atau mencoba mendominasi suku bangsa lain secara politis.
  • Suku-suku bangsa tertentu bersaingan keras untuk mendapatkan lapangan mata pencaharian yang sama dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar.
  • Adanya potensi konflik yang terpendam.

Di Indonesia sebagai masyarakat majemuk, permasalahannya sudah jelas, yaitu setiap suku bangsa mempunyai kebudayaan khusus dan sistem sosial yang berbeda-beda.

Secara sosiologis, perlakuannya juga harus berbeda sehingga timbul masalah bagai mana mengadakan pengaturan yang diskriminatif dan adil. Diskriminasi dan keadilan seringkali dianggap sebagai dua nilai yang berlawanan sehingga pada pengertian diskriminasi senantiasa diberikan pengertian negatif. Padahal kedua pengertian tersebut merupakan nilai-nilai yang berpasangan yang tidak jarang bertentangan sehingga harus diserasikan.

4. Modernisasi

Seringkali dikatakan bahwa modernisasi tidaklah identik dengan westernisasi. Anggapan tersebut timbul karena modernisasi di masyarakat Barat mempunyai akibat-akibat yang negatif. Walau demikian, terdapat berbagai aspek modernisasi yang dapat dinilai baik untuk pembangunan masyarakat Indonesia sehingga perlu ditiru.

Perkembangan modernisasi selanjutnya tidak terbatas pada industrialisasi dan demokratisasi saja, tetapi menyangkut pula berbagai bidang kehidupan lainnya yang saling berhubungan sehingga kemajuan suatu bidang kehidupan akan diikuti oleh bidang-bidang kehidupan yang lain, seperti:

  • kemajuan ilmu pengetahuan maka akan diikuti oleh teknologi;
  • kemajuan material atau kebendaan yang digunakan oleh setiap manusia harus dimbangi oleh sikap mental untuk menyesuaikan diri dengan benda yang dimilikinya, jika tidak, akan dianggap sebagai orang yang ketinggalan zaman atau ketinggalan kebudayaan.

Setiap perubahan yang terjadi di masyarakat tentu saja ada sisi baik dan sisi buruknya. Hal ini bergantung pada masyarakat sendiri dalam menafsirkan modern.

Baca juga: Konsep realitas sosial

Akan tetapi, jika kata modern ditafsirkan secara salah, akan mengakibatkan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan budaya atau kepribadian bangsa, seperti meniru gaya penyanyi atau bintang film supaya dianggap modern.

Padahal modern dan tidaknya bukan dengan jalan meniru kehidupan gaya Eropa atau Amerika, melainkan sikap dan perilaku sebagai orang modern.

Modernisasi merupakan perubahan sosial dari keadaan yang tradisional atau pra-industri ke arah modernitas melalui transisi (peralihan). Dalam kehidupan masyarakat tradisional dapat dikatakan bahwa seluruh masyarakat memiliki jiwa yang tradisional.

Akan tetapi, pada masyarakat peralihan terdapat masyarakat yang memiliki jiwa berlainan, yaitu tradisional, transisi, dan telah modern yang menyebabkan masyarakat tersebut dapat berbaur.

Dengan demikian, perilaku antarsifat-sifat masyarakat satu sama lain akan tampak sekali perbedaannya, seperti berikut ini.

  • Masyarakat yang berjiwa tradisional akan menganggap setiap perubahan dapat mendatangkan pengaruh bagi kehidupan masyarakat dan dapat menyebabkan kerugian. Setiap perubahan akan ditentang karena mereka lebih mementingkan kemampuan daerahnya dalam setiap kehidupan masyarakat.
  • Masyarakat transisi akan senantiasa memperhitungkan perubahan yang datang, tetapi mereka kadangkala salah menafsirkan konsep modern sehingga setiap yang datang dan berasal dari luar (terutama berasal dari masyarakat Barat dan Eropa/Amerika) kadangkala dianggap modern.
  • Masyarakat yang berjiwa modern akan menerima setiap perubahan yang bernilai positif dan menolak pengaruh yang bersikap negatif karena penting sekali bagi perkembangan kehidupan masyarakat, walaupun datangnya dari luar.

Proses perubahan ke arah yang lebih maju dari sebelumnya yang ditunjang oleh sikap dan perilaku masyarakat untuk menerima perubahan-perubahan tersebut merupakan suatu proses ke arah modern yang dinamakan modernisasi.

Dengan demikian, modernisasi dapat diartikan sebagai suatu sikap pikiran yang mempunyai kecenderungan untuk pendahuluan sesuatu yang baru daripada yang bersifat tradisi, dan satu sikap pikiran yang hendak menyesuaikan soal-soal yang sudah menetap menjadi kebutuhan-kebutuhan yang baru.

Modernisasi umumnya dihubungkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk suatu kemajuan masyarakat secara positif, begitu pula masyarakat secara terbuka menerima perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya.

Baca juga: Hubungan masyarakat dengan lingkungan

Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam modernisasi memainkan peranan yang sangat penting di berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, manusia sebagai pelaku modernisasi dituntut untuk selalu siap menerima perubahan-perubahan ke arah kemajuan yang positif. Perubahan-perubahan tersebut, misalnya:

  • sikap masyarakat akan pentingnya pendidikan sekolah;
  • keinginan untuk hidup lebih baik;
  • adanya usaha untuk mengejar ketinggalan dari masyarakat lain;
  • menghargai pendapat orang lain;
  • tidak menganggap pendapatnya lebih baik daripada orang lain;
  • memandang bahwa kehidupan hari esok harus lebih baik daripada hari ini; dan lain-lain.

Daftar Pustaka
Waluya, Bagja. 2009. Sosiologi 1 Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Pos terkait