Sejarah Bima Bagian Ketiga (Zaman Kesultanan)

Daerah perbukitan Donggo
Daerah perbukitan Donggo

Sejarah Bima Bagian Ketiga (Zaman Kesultanan)

Informasi sejarah terkait perkembangan daerah Bima pada zaman kesultanan lebih lengkap daripada informasi terkait kedatangan ajaran agama Hindu di Bima (Baca: Sejarah Bima Bagian Kedua (Zaman Hindu)). Ada banyak catatan sejarah yang menerangkan hal ini sehingga saya, Anda dan kita semua bisa mengetahui sejarah kesultanan hingga menyentuh hal yang lebih mendetail.

Daerah perbukitan Donggo
Daerah perbukitan Donggo

Pada zaman ini, Bima sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam yang akhirnya banyak dianut oleh mayoritas masyarakatnya. Agama Islam berkembang di tanah Mbojo dimana pada tahap awalnya ajaran ini lebih dulu mempengaruhi para bangsawan sehingga tata pemerintahan Bima berubah menjadi kesultanan Bima. Hal terjadi antara tahun 1633 sampai 1951. Namun sebelumnya, penyebaran agama Islam telah lebih dulu ada di Pulau Sumbuawa yakni tahun 1540 hingga 1550.

Pada saat itu, agama Islam dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat karena agama Islam sangat menghormati adat dan budaya setempat. Terlebih ajaran Islam sangat selaras dengan budaya demokrasi yang sangat dijunjung tinggi sejak masa Ncuhi (Baca: Sejarah Bima Bagian Pertama (Zaman Prasejarah dan Zaman Ncuhi)). Cahaya Islam semakin bersinar di tanah Mbojo tatkala pada tahun 1617, para pedagang dari Sulawesi Selatan ikut serta menyebarkan agama Islam di Bima.

Islam pertama kali masuk ke Bima pada tahun 1617 dibawa secara damai tanpa adanya peperangan oleh empat orang pedangan dari Goa, Bone, Luwu dan Talo. Setelah itu, ajaran Islam merembet di kalangan Bangsawan. Berdasarkan catatan lama istana Bima, ada empat bangsawan yang lebih dahulu memeluk Islam yakni Abdul Kahir, Jalaludin, Awaludin dan Sirajuddin yang bertempat di Kecamatan Sape.

Kedatangan Islam di tanah Bima bukan menghapus budaya, tapi menyempurnakan budaya. Budaya yang buruk dirubah menjadi baik, bukan dihapuskan. Budaya demokrasi yang menjunjung prinsip dan semangat musyawarah dan gotong-royong (karawi kaboju) sejak zaman Ncuhi tetap dijunjung tinggi meskipun Islam telah datang sehingga jiwa persatuan dan kesatuan masyarakat justru semakin kuat dan erat. Adat dan budaya asli Bima disempurnakan menjadi adat dan budaya Islami Bima sehingga pada saat itu keduanya mampu berjalan selaras dan menyatu dengan ajaran Islam.

Kehadiran Islam di tanah Bima telah melahirkan sikap positif yang mampu mengharmoniskan adat dan Islam. Hal inilah yang menyebabkan Islam dapat diterima secara damai oleh masyarakat Bima sehingga pada akhirnya semakin mengikis ajaran agama Hindu yang justru lebih dulu ada. Sikap positif tersebut misalnya sikap berani untuk mengkritik penguasa atau sultan dengan cara sopan dan elegan. Bahkan kritikan dituangkan dalam sebuah sastra yang bernilai satire (sindiran) seperti kalero, rindo dan sebagainya. Nah, sikap seperti ini tidak ada di zaman kerajaan Hindu dimana kekuasaan seorang Raja adalah mutlak. Meski begitu, bagaimapun kritikannya, rakyat tetap menghormati raja sebagai pemimpin sesuai filsafah “Raja adil Raja Disembah, Raja lalim Raja Disanggah”.

Pada masa Sultan Abdul Kahir (1620-1697), Islam berkembang dengan pesat dan meluas ke seluruh wilayah Bima. Hal ini berkat bantuan dari Datuk Ditiro dan Datuk Dibandang yang merupakan seorang ulama dari Makassar. Pada saat itu hanya sebagian kecil masyarakat Bima saja yang mau menerima Islam. Mereka yang tidak menerima Islam pindah ke daerah pegunungan tinggi sebelah barat teluk Bima lalu bergabung dengan masyarakat Donggo yang merupakan penduduk asli perbukitan tinggi.

Setelah bertahun-tahun menjadi ulama dan penasehat raja, Datuk Ditiro dan Datuk Dibandang akhirnya pulang ke Makassar karena perannya sedang dibutuhkan di Makassar. Peran dan jasa mereka dalam menyebarkan agama Islam di tanah Bima sangat besar hingga mampu menjadikan daerah Bima sebagai pusat penyebaran agama Islam di Indonesia bagian timur.

[color-box]L. Masier Q. Abdullah dkk. Buku Sejarah Kabupaten Bima yang dijilid oleh Perpustakaan Kota Bima.[/color-box]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *