Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat

Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat
Bentuk Struktur Sosial

Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat – Perbedaan-perbedaan antarindividu akan membentuk struktur sosial yang membagi individu-individu dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas atau golongan-golongan tertentu sesuai dengan peran dan status yang dimilikinya dan yang diharapkan oleh masyarakat.

Dalam membahas struktur sosial, dikenal dua konsep penting yaitu status dan peran. Status oleh Ralp Linton (Dalam Kamanto Sunarto, 54 ; 1993) didefinisikan sebagai suatu kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah dinamika dari status tersebut.

Struktur dalam Sosiologi diartikan sebagai sesuatu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung dan membentuk suatu pola tertentu. Pola-pola tersebut terdiri atas pola perilaku individu atau kelompok, institusi, maupun masyarakat.

Secara garis besar Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat dibedakan menjadi dua macam, yaitu diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial.

1. Diferensiasi Sosial

Kata “diferensiasi” berasal dari bahasa Inggris “different” yang berarti berbeda. Sedangkan sosial berasal dari kata “socius” yang berarti kelompok atau masyarakat, sehingga secara definitif, diferensiasi sosial adalah pembedaan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok tertentu secara horizontal (tidak bertingkat).

Baca juga: Tipe kelompok sosial

Pembedaan masyarakat tersebut didasarkan pada perbedaan ras, etnis atau suku bangsa, klen, agama, pekerjaan, dan jenis kelamin. Semua unsur tersebut pada dasarnya memiliki derajat atau tingkat yang sama. Misalnya agama, di manapun di dunia ini, antara agama yang satu dengan yang lain memiliki derajat dan kedudukan yang sama. Semua agama adalah baik, tidak ada agama yang lebih tinggi atau lebih rendah dari agama yang lain.

Berdasarkan pengertian diferensiasi sosial di atas, dalam masyarakat bentuk-bentuk kelompok atau golongan yang tercipta beserta pola hubungannya pun tidak didasarkan pada tingkatan tinggi–rendah, ataupun baik-buruknya. Akan tetapi lebih didasarkan pada kedudukannya yang sama dalam masyarakat. Bentuk-bentuk diferensiasi sosial dalam masyarakat antara lain:

a. Pembedaan ras

Ras yaitu pembedaan/penggolongan manusia berdasarkan ciri-ciri fisiknya (badaniah). Ciri-ciri tersebut lebih didasarkan pada:

1) Ciri-ciri fisik yang didasarkan bentuk badan, meliputi ukuran tubuh, warna kulit, bentuk kepala, bentuk muka, warna rambut, dan lain-lain.

2) Ciri-ciri fisik yang didasarkan pada keturunan.

3) Ciri-ciri fisik yang didasarkan pada asal-usul ras.

Pengklasifikasian ras dalam masyarakat antara lain:

1) Ras Kaukasoid, terdiri dari orang-orang kulit putih, meliputi ras Kaukasoid Nordic, Mediterania, Alpin, dan Indik.

2) Ras Mongoloid, terdiri dari orang-orang kulit kuning, yang meliputi subras Mongoloid Asia, Malaya (termasuk Indonesia) dan Amerika/Indian.

3) Ras Negroid, terdiri dari orang-orang kulit hitam dengan rambut hitam dan keriting, meliputi subras Negroid Afrika, Negrito, Malenesia (termasuk orang-orang Papua) dan Austroloid.

4) Ras-ras khusus, meliputi ras Bushman, dengan ukuran tubuh sedang dan warna kulitnya coklat dengan rambut keriting; ras Veddoid hampir mirip dengan Negrito hanya saja tubuhnya lebih kecil; ras Polinesoid, dengan ukuran tubuh sedang, warna kulit coklat, dan rambut hitam berombak; ras Ainu, dengan warna kulit dan rambut mirip ras kaukasoid, tetapi bentuk muka ras Mongoloid.

b. Pembedaan agama

Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat selanjutnya yaitu pembedaan agama. Agama adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia yang terdiri dari kepercayaan dan praktik-praktik yang berhubungan dengan hal-hal spiritual (suci).

Agama mempersatukan manusia ke dalam suatu komunitas keimanan, sehingga dalam masyarakat kita jumpai pembedaan-pembedaan masyarakat berdasarkan kepercayaan dan keimanan yang terwujud dalam agama, misalnya kelompok masyarakat yang beragama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Hindu.

c. Pembedaan suku bangsa

Menurut Koentjaraningrat (264; 1996) suku bangsa diartikan sebagai golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan budaya, sedangkan kesadaran dan identitas tersebut sering dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Misalnya suku bangsa Jawa, Madura, Batak, dan lain-lain.

d. Pembedaan pekerjaan

Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat selanjutnya yaitu perbedaan pekerjaan. Pekerjaan atau profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang ditekuni oleh seorang individu atau kelompok guna memenuhi kebutuhannya.

Dalam diferensiasi sosial pekerjaan tidak diukur secara ekonomis, sehingga tidak ada suatu pekerjaan yang lebih baik atau lebih rendah dari pekerjaan lain. Contohnya dokter, pengrajin, PNS, insinyur, dan lain-lain.

e. Pembedaan jenis kelamin

Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat selanjutnya yakni adanya perbedaan jenis kelamin. Konsep pembedaan jenis kelamin lebih mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki seperti perbedaan bentuk, tinggi serta berat badan, struktur organ reproduksi dan fungsinya, dan lain-lain. Apabila didasarkan pada hal-hal tersebut maka seharusnya tidak ada diskriminasi atas dasar kelamin, karena tidak ada yang lebih tinggi ataupun rendah antara pria dan wanita.

f. Pembedaan klan

Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat yang terakhir yaitu adanya perbedaan klan. Klan adalah penggolongan atau pengelompokan masyarakat berdasarkan keturunan (kelompok kekerabatan). Kelompok kekerabatan dalam masyarakat dibedakan menjadi patrilineal (kelompok kekerabatan yang garis keturunannya ditarik dari garis ayah) dan matrilineal (kelompok kekerabatan yang garis keturunannya ditarik dari garis ibu). Di antara kelompok-kelompok kekerabatan yang terdapat dalam masyarakat memiliki derajat yang sama, tidak ada yang lebih tinggi ataupun rendah, baik ataupun buruk.

2. Stratifikasi Sosial

Suatu masyarakat tentunya memiliki kriteria dan ukuran penghargaan tertentu terhadap hal-hal yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran penghargaan yang lebih tinggi terhadap suatu hal, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi daripada hal-hal lain.

Misalnya masyarakat yang lebih menghargai kekayaan (sisi ekonomi) daripada pendidikan, maka kekayaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pendidikan atau unsur-unsur lain dalam masyarakat. Fenomena sosial tersebut menimbulkan lapisan masyarakat yang membedakan kedudukan atau posisi seseorang atau dikelompok sosial secara vertikal.

a. Pengertian statifikasi sosial

Pelapisan sosial dalam sosiologi dikenal dengan istilah stratifikasi sosial. Kata stratifikasi sosial berasal dari kata stratum (lapisan) dan socius (masyarakat). Berikut ini beberapa pengertian stratifikasi sosial menurut ahli:

1) Pitirim A. Sorokin (Dalam Basrowri 60 ; 2005)

Stratifikasi sosial diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (herarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah.

Selanjutnya Sorokin, mengemukakan bahwa inti dari lapisan sosial adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dengan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.

2) Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (iiix ; 1999)

Stratifikasi sosial berarti sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat.

3) Soejono Soekanto (228 ; 2005)

Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara vertikal.

4) Astried S. Susanto (98 ; 1983)

Stratifikasi sosial adalah hasil kebiasaan hubungan antarmanusia secara teratur dan tersusun sehingga setiap orang, setiap saat mempunyai situasinyang menentukan hubungannya dengan orang secara vertikal maupun mendatar dalam masyarakatnya.

5) D. Hendropuspito OC (109 ; 1990)

Stratifikasi sosial adalah tatanan vertikal berbagai lapisan sosial berdasarkan tinggi rendahnya kedudukan.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal, yang diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah.

Walaupun secara teoritis, semua manusia memiliki kesamaan derajat. Namun pada kenyataannya tidak demikian halnya, di antara masing-masing manusia membuat pembedaan-pembedaan sendiri yang didasarkan pada unsur-unsur tertentu. Sistem pembedaan yang terwujud dalam pelapisan sosial merupakan gejala yang umum terjadi.

Bentuk-bentuk konkret lapisan sosial dalam masyarakat sangat beragam. Menurut Soerjono Soekanto (221 ; 2005) secara prinsipil bentuk-bentuk lapisan sosial dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam kelas, yaitu ekonomis, politis, dan jabatan tertentu dalam masyarakat.

b. Kriteria Penggolongan Anggota Masyarakat

Dalam masyarakat, khususnya di Indonesia ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan (kelas sosial) tertentu adalah sebagai berikut:

1) Ukuran kekayaan

Ukuran kekayaan (kebendaan) dapat dijadikan suatu ukuran. Barang siapa yang mempunyai kekayaan paling banyak, ia akan masuk ke dalam lapisan sosial teratas. Ukuran kekayaan tersebut dapat dilihat dari mobil pribadinya, cara-cara mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal, dan sebagainya.

2) Ukuran kekuasaan

Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan sosial teratas. Tentunya kedudukan seorang ketua RT masih rendah (kalah) bila harus dibandingkan dengan kedudukan kepala desa, demikian pula kedudukan seorang kepala desa masih dianggap rendah bila dibandingkan dengan seorang camat, bupati, gubernur, menteri, atau bahkan presiden.

3) Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati akan mendapatkan dan menduduki lapisan sosial teratas.

Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya orang-orang yang masuk pada lapisan teratas adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa besar kepada masyarakat.

4) Ukuran ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan dipakai sebagai ukuran oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran ini kadang-kadang dimaknai secara negatif oleh masyarakat, karena ternyata bahwa bukan ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya atau ijazahnya. Sehingga mengakibatkan segala macam usaha dilakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan gelar tersebut, walaupun secara tidak benar dan tanpa mengindahkan aturan yang berlaku, misalnya dengan menyuap pihak sekolah agar dapat masuk sekolah favorit, membuat ijazah palsu, dan lain-lain.

Ukuran-ukuran tersebut di atas, tidaklah bersifat limitatif (terbatas), tetapi masih ada ukuran-ukuran lainnya yang dapat dipergunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran di atas merupakan ukuran yang oleh sebagian besar masyarakat dijadikan sebagai dasar timbulnya pelapisan sosial dalam masyarakat. Jadi, kriteria pelapisan sosial pada hakikatnya tergantung pada sistem nilai yang dianut oleh anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan.

c. Sifat Stratiffikasi Sosial

Pada umumnya sifat stratifikasi dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Stratifikasi sosial terbuka

Dalam masyarakat dengan sistem stratifikasi terbuka seorang atau kelompok anggota masyarakat memiliki peluang atau kemungkinan yang besar untuk berpindah ke kelompok, kelas atau lapisan sosial lainnya. Anggota masyarakat dapat masuk atau keluar, dapat naik atau turun ke kelas (lapisan) yang lebih rendah. Contohnya seorang anak presiden belum tentu dapat mencapai kedudukan sebagai presiden. Tetapi sebaliknya, warga masyarakat pada umumnya ada kemungkinan dapat mencapai kedudukan sebagai presiden.

Stratifikasi terbuka lebih dinamis (progresif) dan anggota-anggotanya mempunyai cita-cita hidup yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kehidupan anggota-anggotanya lebih bersifat kompetitif, bahkan tidak jarang di antara mereka sering mengalami kehidupan yang selalu diwarnai oleh rasa tegang dan kekhawatiran.

2) Stratifikasi sosial tertutup

Dalam masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial tertutup seorang individu atau kelompok kemungkinan untuk pindah dari satu golongan atau kelas sosial ke golongan atau kelas sosial lain sangat kecil.

Di dalam system yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran (keturunan), sehingga masyarakat lebih bersifat statis, terutama golongan atau kelas bawah, di antara mereka kurang menunjukan cita-cita yang tinggi. Contoh masyarakat dengan system stratifikasi sosial tertutup dapat ditunjukkan dengan sistem kasta pada masyarakat India.

Apabila ditelaah pada masyarakat India, sistem lapisan di sana sangat kaku dan menjelma dalam sistem kasta. Kasta di India mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu:

a) Keanggotaan pada kasta diperoleh karena warisan/kelahiran. Anak yang lahir akan memperoleh kedudukan secara otomatis dari orang tuanya.

b) Keanggotaan yang diwariskan tadi berlaku seumur hidup, oleh karena seseorang tak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan dari kastanya.

c) Perkawinan bersifat endogami, artinya harus dipilih dari orang yang sekasta.

d) Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas.

e) Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta, sangat nyata terutama dari nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, penyesuaian diri yang ketat terhadap norma-norma kasta dan lain sebagainya.

f) Kasta diikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan.

g) Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.

3) Stratifikasi sosial campuran

Dua sifat utama dari stratifikasi sosial telah dikemukakan di atas, yakni terbuka dan tertutup. Walaupun demikian, dalam kenyataan sehari-hari stratifikasi sosial dalam masyarakat tidak hanya selalu bersifat terbuka atau tertutup, akan tetapi juga bersifat campuran (gabungan) di antara keduanya.

Baca juga: Kelompok sosial dalam masyarakat Indonesia

Dalam masyarakat terdapat unsur-unsur yang menggabungkan antara sifat yang terbuka dan tertutup. Misalnya dalam suatu kelompok mungkin dalam sistem politiknya menerapkan sistem stratifikasi sosial tertutup, namun dalam bidang-bidang atau unsur-unsur sosial lainnya seperti ekonomi, budaya, dan lain-lain menggunakan sistem stratifikasi sosial terbuka.

Contohnya dalam masyarakat Bali. Dalam bidang budaya dikenal sistem atau budaya kasta yang tertutup dan tidak memungkinkan anggota masyarakat berpindah kedudukan sosialnya.

Namun di bidang lain, misalnya bidang ekonomi, masyarakat Bali tidak mengenal kasta dan bersifat terbuka, artinya tinggi rendahnya kedudukan sosial yang dimiliki oleh anggota masyarakat tegantung pada kemampuan dan kecakapannya.

b. Konsekuensi stratifikasi sosial

Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya. Tetapi ada pula yang terjadi karena disengaja. Faktor yang mendasari terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi secara sendirinya meliputi kepandaian, umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat dan juga harta.

Sedangkan faktor yang mendasari terbentuknya pelapisan masyarakat secara sengaja biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi-organisasi formal. Setiap bentuk stratifikasi yang ada dalam masyarakat (sistem lapisan sosial) akan mempunyai konsekuensi.

Baca juga: Pengertian Organisasi Sosial

Beberapa konsekuensi dari adanya stratifikasi sosial, yaitu:

1) Timbulnya kelas sosial

Stratifikasi sosial menggolonggolongkan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Kelompok sosial atas akan mengembangkan pola-pola tertentu dan akan sangat membatasi anggotanya agar berbeda dari kelompok lainnya. Sebaliknya, kelompok yang ada di bawahnya akan berusaha meniru kelompok sosial yang berada di atasnya.

Kelompok yang berada di atas adalah kelompok yang mempunyai kekuatan ekonomi, yaitu kelompok orang kaya. Mereka mengukur segala sesuatu dengan uang. Prestise atau gengsi menjadi bagian dari hidupnya. Mereka ingin menjadi kelompok yang dipandang tinggi, sehingga tidak segan menghamburkan uang demi menjaga gengsinya tersebut. Untuk menjaga eksistensinya mereka akan membuat simbol-simbol status tertentu. Simbol itu dapat berupa:

a) Tempat tinggal yang elit, yaitu pada perumahan mewah atau real estate atau apartemen-apartemen.

b) Mobil mewah sebagai kendaraan kebanggaannya dan asesoris yang mewah yang berasal dari luar negeri

c) Hobi berpesta, belanja ke luar negeri, berlibur ke luar negeri, dan berbicara dengan gaya bahasa dan logat luar negeri.

Kelompok ini akan memproteksi diri terhadap pendatang baru. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga eksistensi atau keberadaan kelompoknya. Mereka berpandangan sinis terhadap kelompok lain yang mereka anggap kampungan. Sedangkan kelompok kelas bawah pada umumnya kontradiksi atau kebalikan dari kelompok atas.

Mereka tidak memerlukan simbol-simbol status untuk menjaga gengsi. Prestise atau gengsi hampir tidak diperlukan, yang penting mendapatkan uang, karena pada umumnya kelompok ini terdiri dari orang-orang miskin.

Mereka bahkan dianggap sebagai sampah masyarakat bagi kelompok lain. Pada dasarnya anggota kelompok ini juga ingin keluar dari kelompok bawah, tetapi kondisi ekonomi yang memaksa mereka tetap berada pada kelompok tersebut.

2) Kesenjangan sosial

Konsekuensi lain sebagai akibat dari stratifikasi sosial adalah kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial merupakan perbedaan jarak antara kelompok atas dengan kelompok bawah.

Tentu saja kesenjangan sosial lebih didominasi oleh perbedaan tingkat ekonomi. Kelompok atas yang kaya, dengan kekayaannya akan semakin kuat untuk bertahan hidup. Sebaliknya, kelompok bawah yang miskin akan menjadi kelompok yang terpinggirkan. Mereka menganggap terjadi ketidakadilan pada masyarakat.

Oleh karena itu, mereka memiliki kecemburuan sosial terhadap kelompok atas. Mereka menganggap bahwa kelompok atas telah mengambil sebagian haknya dalam bidang ekonomi. Sebaliknya, kelompok atas akan selalu mencurigai keberadaan kelompok bawah.

Jika terjadi kejahatan, maka kelompok bawahlah yang dituding sebagai pelakunya. Hal inilah yang lama kelamaan akan menjadi sumber konflik secara vertikal.

3) Polarisasi power

Polarisasi berarti pembagian suatu unsur menjadi dua bagian yang berlawanan, sedangkan power sendiri diartikan sebagai kekuatan. Jadi, secara bebas polarisasi power dapat didefinisikan sebagai pembagian kekuatan.

Dalam hal ini, pembagian masyarakat menjadi dua kelas, yaitu kelas atas dan kelas bawah yang tidak lagi didasarkan hanya pada kehormatan saja, akan tetapi lebih pada unsur kepentingan dan kekuatan dari dua kelompok masyarakat tersebut yang saling berlawanan.

Peta kekuatan dari kelas atas meliputi bidang ekonomi, politik, dan hukum. Secara ekonomi, kelas atas merupakan kelas yang mengendalikan jalan dan lajunya perekonomian. Mereka memiliki uang dan harta benda lainnya dalam jumlah yang banyak.

Orang-orang yang termasuk dalam kelas atas dapat dikatakan sebagai pemikir-pemikir ekonomi dan dianggap sebagai mesin uang yang akan terus mengeruk harta benda dari orang atau kelompok lain tanpa mempedulikan akibat dari perbuatannya tersebut.

Mereka akan terus berpikir dan bertindak, serta menerapkan langkah-langkah ekonomis dan politik untuk mempertahankan atau bahkan memperbesar jumlah perolehan pundi-pundi kekayaannya.

Dengan bekal pengetahuan dan pendidikan yang memadai, mereka begitu pintar menyusun strategi-strategi politik guna mendukung segala kepentingan dan kebutuhannya. Mereka tahu betul langkah politik yang akan diambil beserta resiko-resiko hukum yang mungkin akan timbul dari langkahnya tersebut.

Bentuk nyata dari adanya kebijakan kelas atas untuk mencapai kebutuhan dan kepentingannya adalah dominasi dan penindasan terhadap orang-orang yang termasuk dalam kelas bawah.

Kelas bawah yang notabene terdiri dari orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang rendah serta tanpa adanya kepemilikan modal, cenderung akan tunduk pada segala perlakuan yang ditujukan padanya, terutama oleh golongan kelas atas. Karena semua aktivitas yang dilakukan oleh golongan kelas bawah cenderung mengandalkan kekuatan fisik saja, sehingga mengakibatkan golongan atas lebih mudah mengeksploitasi mereka.

Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, secara otomatis kekuatan dan wewenang kelompok bawah juga terbatas dan bahkan tidak ada sama sekali.

Baca juga: Syarat Untuk Ikut Organisasi Sosial

Dalam masyarakat kita golongan bawah banyak yang bekerja sebagai buruh. Pekerjaan dan penghasilan buruh begitu dieksploitasi oleh para pemilik perusahaan (golongan atas).

Banyak perusahaan yang mengharuskan para buruhnya untuk bekerja keras tanpa mengenal batas-batas kemanusiaan, sedangkan tingkat kesejahteraannya tidak begitu diperhatikan. Kebijakan-kebijakan seperti inilah yang sering dilakukan oleh kelas atas untuk memenuhi ambisinya dalam memperbanyak jumlah kekayaannya.

Dari hal di atas dapat kita lihat ada dua kepentingan dan dua kekuatan yang berbeda di antara dua kelas yang berbeda pula. Di satu sisi kelas atas dengan segala kekuatannya yang ingin tetap mempertahankan dan mengembangkan apa yang telah mereka miliki sekarang dan di lain pihak sejumlah orang yang termasuk dalam kelas bawah dengan segala keterbatasannya berusaha untuk dapat naik ke kelas atas dengan jalan meningkatkan penghasilannya.

Nah, apabila ada pertanyaan terkait Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat bisa ditulis di bawah ini.

Daftar Pustaka

Raharjo, Puji. 2009. Sosiologi 2: untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Pos terkait